SuaraBanten.id - Masjid Baitul Arsy, di kaki Gunung Karang, Kabupaten Pandeglang, Banten disebut-sebut sebagai masjid tertua di Kota Santri. Masjid berukuran 13 x 10 m persegi ini dirawat baik dan kerap dijadikan tempat ibadah oleh warga.
Dikutip Bantenhits.com, jaringan SuaraBanten.id, bangunan masjid ini menghadap ke Gunung Karang dan memiliki tiga pintu. Dua pintu samping (kiri-kanan) dan satu pintu masuk bagian depan masjid.
Di atap masjid terdapat kubah yang terbuat dari kayu, tiang masjid masih terlihat kokoh, termasuk pondasi bawah masjid yang juga terbuat dari kayu.
Bagian depan masjid tempat imam masih terlihat utuh, termasuk benda kuno seperti kentongan kayu, masih tergantung di luar masjid dan terlihat masih bagus. Uniknya, sambungan tiang kayu dan lainnnya, tidak menggunakan paku.
Baca Juga:Wisata Banten: Tugu Peristiwa Tjibaliung Mengenang Joesoef Martadilaga
"Bahan material bangunan yang mayoritas terbuat dari kayu dengan ukuran rata-rata 13 x 10 m tetap masih kokoh. Desain bangunan juga belum ada yang berubah sejak dulu," ungkap Busro, seorang pengurus Masjid Baitul Arsy, yang dikutip SuaraBanten.id Rabu (1/9/2021).
Busro menjelaskan, masjid kayu ini belum pernah direhab berat. Perluasan bangunan dengan konstruksi tembok, diperlukan semata-mata untuk menampung jamaah yang melaksanakan salat pada waktu-waktu tertentu, seperti salat Jumat, salat Idul Fitri dan salat Idul Adha.
"Yang pernah diperbaiki itu bagian atap bangunan. Yang lainnya tidak, karena bagian bangunan yang lain masih kokoh," jelas Busro.
Misteri kapan pembangunan dimulai
Tahun pembangunan masjid ini masih misteri, sebab belum ada seorangpun yang bisa memastikan kapan Masjid Tua di Kampung Pasir Angin, Kelurahan Pager Batu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten berdiri.
Baca Juga:Wisata Bali: Desa Serangan Bertahan di Zona Hijau COVID-19, Warga Patuh Prokes
Selain itu tidak ada catatan atau manuskrip yang pasti kapan masjid ini dibangun, material kayu berjenis apa. Meski demikian, banyak cerita rakyat yang muncul terkait kapan pembangunan masjid ini dibuat.
Konon masjid ini dibangun sekitar 400 tahun lalu, oleh Syekh Ageng Karan, sebagai sarana peribadahan umat Islam kala itu. Selain mendirikan masjid, waliyullah ini juga mendirikan pondok pesantren (Ponpes) di wilayah sama.
Busro juga tidak menampik, jika dirinya tidak tahu persis kapan Masjid Baitul Arsy tersebut dibangun. Sebab ayahnya saja yang meninggal pada usia 120 tidak tahu kapan dibangunnya tepat beribadat ini, namun perkiraan usianya di atas 400 tahun.
"Perkiraan usia masjid ini sudah empat abad," tukas Busro.
Masjid ini sering dikunjungi ulama-ulama kharismatik di Provinsi Banten dan luar Banten. Selain ulama, masjid ini juga kerap didatangi peziarah. Dari sini mereka akan bergeser sowan ke makam Syekh Ageng Karan dan Syekh Rako, yang lokasinya hanya sekitar 500 m dari masjid.
"Sampai saat ini juga Baitul Arsy masih kerap dikunjungi oleh ulama–ulama kharismatik," tandasnya.
Belum ditetapkan sebagai cagar budaya
Kasi Pelestarian Lingkungan dan Cagar Budaya Disdikbud Pandeglang, Tateng Aji menyebutkan bahwa masjid Baitul Arsy belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Alasannya, tidak ada tim ahli yang pernah melakukan penelitian lebih dalam terkait masjid itu.
"Kalau masjid yang berada di Pasir Angin ini (belum) cagar budaya, belum ada ahli yang melakukan penelitian kembali. Ya kami harap masyarakat tetap menjaganya, jangan sampai diubah bentuknya," ungkapnya.
Sedangkan untuk menjaga dan melestarikan bangunan atau benda benda bersejarah, Dindikbud Kabupaten Pandeglang terus melakukan sosialisasi. Salah satunya dengan mengajarkan pentingnya melestarikan cagar budaya di lingkungan sekolah.
“Kami selalu melakukan sosialisasi ke setiap sekolah agar selalu menjaga dan melestarikan cagar budaya," tutupnya.