“Karena tertantang itulah akhirnya saya terjun di ternak puyuh ini dan peluang pasar itu sampai sekarang ya bisa setengahnya sudah bisa disuplai dari saya dan teman-teman. Setengahnya lagi masih dari luar Banten,” ucapnya.
Rencananya ia bersama para mitranya akan menyuplai telur puyuh ke luar Banten jika suplai telur puyuh di Banten sudah memenuhi. Menurut Ade, saat ini kebutuhan telur puyuh di Banten bisa mencapai 18 ton per minggunya.
“Kalau Banten sudah terpenuhi dari produksi kita, baru kita suplai ke luar Banten,” katanya.
Puyuh jenis peksi yang ia ternakan biasanya dapat memproduksi telur puyuh sekitar 80-90 persen setiap harinya kemudian ia menjual telur puyuh tersebut tergantung dengan harga pasaran harian antara Rp25 ribu – Rp31 ribu per kilogramnya.
Baca Juga:Profil Jeff Smith, Artis Sinetron yang Tersandung Kasus Narkoba
Usaha ternak puyuh yang ia jalani tidak selamanya berjalan mulus. Ade mengaku pernah mendapatkan kerugian hingga ratusan juta akibat puyuh yang ia ternakan mati pada tahun 2019.
“Saya pernah jatuh itu di tahun 2019. Puyuh saya terserang virus AI (Avian Influenza) jadi dalam seminggu mati semua. Kurang lebih kerugian saya 280 juta. Dari pengalaman itu, saya gali, saya konsultasi dengan para ahli ternyata saya belum menerapkan program vaksinasi pada puyuh. Setelah itu saya buat program vaksinasinya, alhamdulillah mudah-mudahan tidak terserang virus lagi,” ungkapnya.
Baginya pengalaman tersebut merupakan pelajaran berharga dan tantangan utama untuk para peternak puyuh untuk tidak mengabaikan program vaksinasi pada puyuh. Kini semua puyuh yang ia ternak sudah divaksinasi dengan vaksin AI dan vaksin ND. Vaksinasi AI ia terapkan setiap 2,5 bulan dan untuk vaksin ND setiap 1,5 bulan.