KPK Mulai Selidiki Pemotongan Intensif Nakes Oleh Pihak Rumah Sakit

"KPK mengimbau kepada Manajemen Rumah Sakit agar tidak melakukan pemotongan insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes)," kata Ipi.

M Nurhadi
Selasa, 23 Februari 2021 | 21:20 WIB
KPK Mulai Selidiki Pemotongan Intensif Nakes Oleh Pihak Rumah Sakit
ILUSTRASI-Seorang tenaga kesehatan mengenkan alat pelindung diri (APD) lengkap sebelum melakukan perawatan terhadap pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Jumat (22/1/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraBanten.id - Disampaikan Plt Juru Bicara bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati, KPK akan melakukan investigasi pihak Rumah Sakit yang memotong intensif tenaga kesehatan. Hal ini dilakukan guna mencegah tindakan kesewenangan.

"KPK mengimbau kepada Manajemen Rumah Sakit agar tidak melakukan pemotongan insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes). KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif nakes oleh pihak manajemen RS dengan besaran 50 hingga 70 persen," kata Ipi lewat keterangan pers diterima, Selasa (23/2/2021).

Ia juga menjelaskan bahwa KPK telah meminta Inspektorat dan Dinas Kesehatan untuk tidak memotong intensif para nakes sebagai ujung tombak melawan wabah corona.

"Insentif kepada nakes merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah kepada tenaga kesehatan yang menangani Covid-19," kata Ipi, melansir Batamnews (jaringan Suara.com).

Baca Juga:KPK Ingatkan Manajemen RS, Jangan Potong Insentif Tenaga Kesehatan!

Tidak hanya pemotongan intensif, KPK juga menyoroti santunan kematian yang harusnya diberikan kepada tenaga kesehatan yang gugur saat bertugas.

Ia menyebut, hal itu tertuang dalam Kepmenkes 278/2020 tanggal 27 April 2020, sebagai hak bagi tenaga kesehatan.

"Sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," ujarnya lagi.

Untuk diketahui, KPK mengkaji terkait permasalahan penanganan Covid-19 khususnya di bidang kesehatan dari Maret hingga akhir Juni 2020. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MNENKES/278/2020, yaitu:

1. Potensi inefisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah, yakni melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).

Baca Juga:Kirim Surat ke KPK, JCW Minta Usut Tuntas Dugaan Korupsi Mandala Krida

2. Proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

3. Proses verifikasi akhir yang terpusat di Kementerian Kesehatan dapat menyebabkan lamanya proses verifikasi dan berdampak pada lambatnya pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan, atas permasalahan tersebut, KPK merekomendasikan perbaikan berupa:

4. Pengajuan insentif tenaga kesehatan pada salah satu sumber anggaran saja (BOK atau BTT)

5. Pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan di kabupaten/kota/provinsi yang dibiayai dari BOK cukup dilakukan oleh tim verifikator daerah.

6. Pembayaran insentif dan santunan dilakukan secara langsung kepada nakes

Atas rekomendasi tersebut, Kementerian Kesehatan telah menindaklanjuti dan menerbitkan regulasi baru dengan perbaikan pada proses verifikasi dan mekanisme penyaluran dana insentif dan santuan bagi nakes yang menangani Covid-19.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini