Jejak Sejarah Kerajaan Banten hingga Peninggalannya

Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai Kerajaan Banten mulai dari sejarah Kerajaan Banten sampai dengan peninggalan-peninggalan dari kerajaan Islam tersebut.

Rifan Aditya
Selasa, 01 Desember 2020 | 13:53 WIB
Jejak Sejarah Kerajaan Banten hingga Peninggalannya
Masjid Agung Banten dengan menaranya yang mirip mercusuar. (Foto: Dok. Indonesia Kaya)

SuaraBanten.id - Salah satu kerajaan Islam di Indonesia adalah Kerajaan Banten yang berdiri di Tanah Pasundan, tepatnya Provinsi Banten Indonesia. Berikut ini jejak sejarah Kerajaan Banten beserta peninggalannya.

Kerajaan Banten sendiri merupakan salah satu kerajaan yang memiliki peranan yang cukup penting dalam penyebaran agama Islam di Tanah Jawa. Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai Kerajaan Banten mulai dari sejarah Kerajaan Banten sampai dengan peninggalan-peninggalan dari kerajaan Islam tersebut. Baca artikel ini sampai habis, ya!

Sejarah Kerajaan Banten

Sebelum abad ke-13, wilayah Banten merupakan tempat yang sepi dari jalur perdagangan. Pasalnya, Selat Sunda pada waktu itu bukan termasuk jalur perdagangan. Kemudian, semenjak penyebaran Islam masuk di wilayah Jawa, Banten mulai ramai.

Baca Juga:9 Fungsi Pancasila di Indonesia dari Ideologi Negara hingga Falsafah Hidup

Hingga awal abad ke-16, wilayah Banten masih beragama hindu dan masih menjadi bagian dari wilayah Pajajaran yang berpusat di Bogor. Bahkan, Kerajaan Pajajaran sempat melakukan kesepakatan dengan Portugis, sehingga Portugis bisa mendirikan wilayah dagang dan benteng di Sunda Kelapa.

Pada tahun 1526, Sultan Trenggono menugaskan anaknya, yaitu Fatahillah untuk menaklukan wilayah Pajajaran sekaligus memperluas Kerajaan Demak. Pasukan Fatahillah berhasil merebut pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Dari situlah, nama Sunda Kelapa kemudian diganti dengan nama Jayakarta yang berarti kota kemenangan.

Hanya dalam waktu singkat, seluruh kawasan pantai utara dan Jawa Barat berhasil diduduki oleh Fatahillah sehingga agama Islam bisa menyebar di wilayah Jawa Barat. Dari situlah, Fatahillah kemudian diberi gelar nama Sunan Gunung Jati.

Pada tahun 1552, ditunjuklah putra Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Banten, sedangkan putra yang lainnya, yaitu Pasarean ditunjuk sebagai raja di Cirebon. Jadi pada awalnya, Kerajaan Banten merupakan wilayah kekuasaan Demak namun setelah tahun 1552, Maulana Hassanudin melepaskan diri dari bayang-bayang Kerajaan Demak dan menjadi kerajaan yang mandiri.

Peninggalan Kerajaan Banten

Baca Juga:Sejarah Nabi Muhammad SAW, Sejak Lahir Hingga Wafat

Kerajaan Banten memiliki beberapa bukti peninggalan yang menjadi kunci sejarah kejayaannya terdahulu, di antaranya adalah sebagai berikut ini.

1. Masjid Agung Banten

Masjid unik ini terletak di desa Banten Lama, Kecamaran Kaseman. Keunikan adalah bentuk menara yang mirip seperti mercusuar, dan bagian atap masjid mirip pagoda. Sementara pada bagian kanan dan kiri terdapat serambi dan makam Kesultanan Banten dan keluarganya.

2. Istana Keraton Kaibon

Istana ini merupakan tempat tinggal bunda ratu Aisyah, yang merupakan ibunda dari Sultan Saifudin.

3. Istana Keraton Surosowan

Istana ini menjadi central pemerintahan Kerajaan Banten sekaligus sebagai tempat tinggal para sultan Banten.

4. Benteng Speelwijk

Benteng ini adalah bukti penjagaan Kerajaan Banten atas serangan laut sekaligus digunakan untuk memantau aktivitas pelayaran.

5. Danau Tasikardi

Danau ini adalah danau buatan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf dengan lapisan batu bara dan keramik.

6. Vihara Avalokitesvara

Peninggalan ini adalah bukti akan keterbukaan Kerajaan Banten dengan seluruh agama, di mana pada dinding Wihara terdapat relief legenda siluman ular putih.

7. Meriam Ki Amuk

Meriam ini terletak di dalam Benteng Speelwijk. Dinamakan demikian karena konon katanya meriam ini memiliki daya tembakan yang jauh dan ledakan yang besar.

Demikian sejarah Kerajaan Banten sampai dengan peninggalan-peninggalan dari kerajaan Islam tersebut.

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

REKOMENDASI

Terkini