
Sehingga dirinya pun diminta untuk membantu Sang Kakak yang sudah terlebih dahulu berjualan kue sorabi di daerah Kaujon, Kota Serang.
"Waktu itu tahun 90 berapa gitu Ibu lupa, diajak Kakak kesini (Kota Serang). Disuruh bantu jualan sorabi. Waktu itu masih di Kaujon jualannya. Ada sekitar 5 tahunan Ibu jualan disitu," kisahnya.
Hingga akhirnya, dengan modal Rp 1 juta, Ibu Saca pun memutuskan untuk berdagang sendiri.
Dengan dibantu suami, ia pun memulai jualannya meski harus beberapa kali berpindah tempat. Hanya ada dua varian rasa yang dijualnya hingga saat ini, rasa manis dan original.
"Ya pas punya modal sendiri, jualan sendiri. Ini kan sebetulnya modalnya juga ga begitu gede. Waktu itu beli ini itu nyampe sejuta. Tapi kalau tungku buat sendiri. Waktu itu jual pernah di Pemindangan, di Kelapa Dua, deket Kecamatan Unyur, sampe di sini (Cikepuh), udah lebih 3 tahun di sini," ujarnya.
Baca Juga:Ruas Jalan di Kaduagung Timur Lebak Segera Digarap, Habiskan Rp1,9 Milyar

Menurutnya, membuat kue sorabi terbilang mudah, yakni hanya mencampurkan tepung beras dengan kelapa parut ditambah garam secukupnya. Dan kemudian adonan kue tinggal dimasukkan kedalam sangan yang sudah panas (sangan adalah cetakan kue serabi yang terbuat dari tanah liat), setelah itu ditutup sambil menunggu matang berkisar 2-3 menit saja.
Meski begitu, ada beberapa proses yang memang memerlukan kesabaran saat membuat bahan dasar sorabi, yakni tepung beras.
Sebab, penggilingan beras yang masih dilakukan secara manual terkadang membutuhkan waktu satu hari penuh agar dapat menjadi bahan baku yang cocok dijadikan adonan kue sorabi.
"Ya gampang sih kalau bikin kuenya. Agak repot bikin bahannya, bikin tepung berasnya. Karena beras itu harus dicuci bersih, terus ditumusin (proses pengeringan), terus digiling sampai halus, abis gitu dijemur, harus sampe kering. Nah yang repot kalau musim hujan, agak susah ngeringinnya," terangnya.

Dijual dengan harga Rp 2.000 per biji, terkadang pesanan dalam jumlah besar pun kerap Ibu Saca dapatkan dari orang-orang yang akan menggelar hajatan ataupun tahlilan.
Baca Juga:Dijuluki Kembaran Serabi, Mencicipi Nikmatnya Jajanan Laklak Khas Bali
Sehingga omzet penjualannya pun mampu berada dikisaran Rp 3 - 4 juta perbulan.
Meski ketidakpastian penghasilan kerap membayangi dirinya, terlebih di masa pandemi yang pernah membuat usahanya mengalami penurunan.
Namun dengan tegas Ibu dengan empat anak tersebut menuturkan jika dirinya tidak pernah berpikiran mencoba berjualan yang lain, apalagi mengikuti tren zaman.
"Alhamdulillah bisa sebulan dapat 3 - 4 juta, tapi kalau sepi ya dibawah 2 juta. Dulu awal corona itu sepi banget, ga ada orang. Tapi sekarang udah mulai normal, mudah-mudahan coronanya cepet ilang ya. Dan inshaallah Ibu akan tetap jualan ini (kue sorabi) terus, engga kepikiran mau jualan yang lain," tukasnya.
Keberadaan penjual makanan tradisional seperti Ibu Saca turut disyukuri oleh sejumlah orang. Sehingga hal itu dianggap memudahkan masyarakat jika ingin mencari makanan tradisional.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pembeli, Misna (42). Dirinya mengaku senang dengan keberadaan Ibu Saca yang masih menjual makanan tradisional.