Selama Pandemi Corona, 1.182 Perempuan di Tangerang Jadi Janda

Kumalasari mengungkapkan faktor kasus perceraian tersebut didominasi karena perselisihan antar pasangan atau keluarga

Bangun Santoso
Kamis, 27 Agustus 2020 | 07:38 WIB
Selama Pandemi Corona, 1.182 Perempuan di Tangerang Jadi Janda
Sebagai ilustrasi: Warga sedang mengantre mengurus perceraian di Pengadilan Agama,Soreang. (instagram @bandungtalk)

SuaraBanten.id - Kasus perceraian di Kota Tangerang, Banten selama pandemi Covid-19 terbilang tinggi. Sejak Maret hingga akhir Juli 2020 tercatat sebanyak 1.182 kasus perceraian dan berakhir dengan status janda bagi ribuan perempuan itu.

Dilansir dari Bantennews.co.id (jaringan Suara.com), Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Tangerang, Kumalasari mengatakan, meski perceraian terjadi di masa pandemi ia memastikan perceraian bukan karena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Ia merinci data putusan kasus perceraian 208 perkara perceraian pada Maret, April 121 kasus, Mei 126 kasus, Juni 277 kasus, dan Juli 450 kasus.

“Jumlah kasus cenderung turun pada Maret, April, Mei, karena bukan berarti tidak ada masalah keluarga, tetapi saat bulan itu masa Ramadan sehingga mereka mengurungkan niatnya. Lalu, kasus perceraian mengalami peningkatan pada Juni dan Juli,” katanya saat ditemui di kantor Pengadilan Agama Tangerang, Cikokol, Kota Tangerang, Rabu (26/8/2020).

Baca Juga:Ditemukan Tewas Telanjang, Haryati Sering Tidur Bareng 2 Pria

Menurutnya, selain karena momen Ramadan, kasus perceraian cenderung landai pada Maret hingga April karena masyarakat berpersepsi kalau kantor pelayanan pemerintah termasuk di Pengadilan Agama Tangerang tutup.

“Pada Minggu terakhir Maret dan Minggu pertama April kantor kami tutup. April Minggu kedua hingga Mei kami beroperasi tapi sampai jam 12 siang, pemohon yang ingin mendaftarkan perkaranya juga kami batasi 10 orang per hari,” jelas mantan juru sita pengadilan Tiga Raksa, Kabupaten Tangerang itu.

Kumalasari mengungkapkan faktor kasus perceraian tersebut didominasi karena perselisihan antar pasangan atau keluarga, bukan karena ekonomi dampak pandemi Covid-19.

Perselisihan tersebut memicu perceraian terjadi karena pernikahan tidak harmonis.

“Perceraian dengan alasan ekonomi tidak menjadi yang paling dominan. Tetapi perselisihan terus-menerus yang paling banyak. Jadi, selama ini bukan ada alasan cerai gara-gara PHK atau faktor ekonomi akibat COVID-19. Mungkin ada tapi disini dia tidak disebutkan,” pungkasnya.

Baca Juga:Sadis, Tewas Membusuk Hayati Diduga Dihabisi Pacar dengan Celurit

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini