Hairul Alwan
Rabu, 30 Juli 2025 | 13:21 WIB
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang. [IST/Bantennews]

Namun, pada praktiknya, sebagian besar realisasi belanja dilakukan secara tunai di luar sistem.

Modusnya, toko atau penyedia yang terdaftar di SIPLah hanya "dipinjam" untuk menerbitkan dokumen pertanggungjawaban.

Sebagai imbalannya, toko tersebut menerima fee atau komisi sebesar 5 persen dari nilai transaksi.

Sementara itu, pihak sekolah menerima kembali sisa dana setelah dipotong pajak.

Karena transaksi tunai yang dilakukan di lapangan nilainya lebih kecil dari yang dilaporkan dalam ARKAS, muncullah selisih dana.

Uang selisih inilah yang kemudian disimpan oleh bendahara sekolah dan menjadi "dana taktis" untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran di luar ARKAS tanpa didukung bukti yang sah.

Lebih parahnya lagi, BPK juga menemukan adanya dugaan "main mata" antara pihak sekolah dengan empat penyedia barang/jasa.

Terdapat skema pengembalian uang dengan cara menaikkan harga jual barang (mark-up) agar sesuai dengan nilai pagu anggaran di RKAS. Total temuan dari skema mark-up ini saja mencapai Rp79.709.780,69.

Temuan-temuan ini menunjukkan adanya masalah integritas dan tata kelola yang serius, jauh dari sekadar "kesalahan administratif" biasa.

Baca Juga: Kesal Bocah Masuk Mobil, Pemuda di Tangerang Tega Sundut Rokok ke Anak 9 Tahun

Penyelidikan oleh BPK ini sendiri bertujuan untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas keterjadian, kelengkapan, serta keabsahan dokumen pertanggungjawaban belanja dana BOS, yang hasilnya kini justru membuka kotak pandora dugaan penyalahgunaan anggaran pendidikan di Kabupaten Tangerang.

Load More