Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Rabu, 16 April 2025 | 22:57 WIB
Kabid Persampahan DLH Tangsel, Tb Apriliandhi Kusumah Perbangsa (kedua kiri) di tahan Kejati Banten. [Audindra/bantennews]

SuaraBanten.id - Kasus korupsi jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup atau DLH Tangsel dengan kontrak senilai Rp75,9 miliar melibatkan Kepala Dinas dan Kepala Bidang Persampahan.

Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengangkutan dan pengelolaan sampah di DLH Tangsel dengan kontrak puluhan miliar itu.

Kepala DLH Tangsel ditetapkan sebagai tersangka setelah pada Senin (14/4/2025), Kejati Banten juga menetapkan direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP) Syukron Yuliadi Mufti sebagai tersangka.

Wahyunoto langsung dibawa ke Rutan Kelas IIB Serang untuk dilakukan penahanan sementara selama 20 hari ke depan usai ditetapkan menjadi tersangka.

Baca Juga: Tiga Hari Berlangsung, Realisasi Pemutihan Pajak di Tangsel Capai Rp3,6 Miliar

"Penyidik Kejati Banten kembali melakukan penahanan terhadap tersangka WL (Wahyunoto Lukman) selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan," kata Kasi Penkum Kejati Banten Rangga Adekresna dikutip dari Bantennews (Jaringan SuaraBanten.id)

Kepala DLH Kota Tangsel Wahyunoto Lukman (tengah) resmi ditahan Kejati. [Istimewa]
Kepala DLH Kota Tangsel Wahyunoto Lukman (tengah) resmi ditahan Kejati. [Istimewa]

Kata Rangga, Wahyunoto bersekongkol dengan mantan ASN DLH Tangsel, Zeki Yamani, untuk menentukan titik pembuangan sampah ilegal.

Raangga juga menyebut masih melakukan pendalaman terkait apakah ada aliran dana yang diterima Wahyunoto. Selain itu, Zeki juga segera dimintai keterangan sebagai saksi.

"Dalam waktu dekat mungkin akan kami panggil dalam kapasitas sebagai saksi," ungkapnya.

Sementara itu, Kasidik Kejati Banten, Himawan mengungkapkan, sampah tersebut tidak dibuang ke lokasi yang memenuhi syarat. Sampah malah dibuang secara liar ke beberapa titik tidak sebagaimana kontrak dengan pihak swasta tersebut.

Baca Juga: Viral Oknum Polisi Polres Tangsel Lakukan Pelecehan Seksual, Pelaku Disebut Alami Gangguan Mental

Padahal, DLH Tangsel telah bekerjasama dengan PT EPP sebagai penyedia jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah yang nilai kontraknya sebesar Rp75,9 miliar.

Dua lokasi pembuangan sampah liar itu berada di beberapa desa di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi.

Akibat pembuangan sampah liar itu, beberapa warga di Kabupaten Tangerang tepatnya di Desa Ginting melakukan protes karena merasa terganggu.

"Jadi lahan tersebut adalah lahan pribadi yang mana si pemilik lahan ini bersedia menjadikan lahannya sebagai tempat pembuangan sampah," kata Himawan.

Sampah itu hanya dibuang begitu saja atau open dumping di lahan tersebut. Padahal kata Himawan, metode open dumping sudah tidak diperbolehkan.

"Berdasarkan regulasi yang ada pendekatan open dumping itu sudah tidak diperkenankan lagi," ujarnya.

Akibat perbuatannya, Wahyunoto dikenakan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Diketahui sebelumnya, Syukron selaku Direktur PT EPP ditetapkan tersangka pada Senin (14/4/2025) kemarin di Kejati Banten.

Syukron tampak mengenakan rompi tahanan berwarna pink dan langsung digiring oleh penyidik ke mobil tahanan untuk dibawa ke Rutan Kelas IIB Serang.

Kasi Penkum Kejati Banten Rangga Adekresna menuturkan, perusahaan Syukron merupakan penyedia jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah DLH Tangsel dengan nilai kontrak sebesar Rp75,9 miliar pada Mei 2024.

Syukron bersekongkol dengan Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman sebelum penentuan pemenang penyedia proyek tersebut. PT EPP juga tidak melaksanakan satu item pekerjaan yang tertuang dalam kontrak.

"SYM (Syukron Yuliadi Mufti) bersekongkol dengan saudara WL (Wahyunoto Lukman) untuk mengurusi klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia," kata Rangga kepada wartawan.

Klasifikasi baku lapangan itu diperlukan agar PT EPP memiliki dasar untuk melakukan pekerjaan pengelolaan dan pengangkutan sampah.

Penyidik juga menemukan fakta bahwa ada persekongkolan pembentukan CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR). Pembentukan BSIR melibatkan Agus Syamsudin selaku direktur, Syukron, dan Wahyunoto.

Dalam praktiknya, PT EPP tidak mengerjakan kontrak pekerjaan, malahan perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengangkutan sampah yaitu CV BSIR, PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, dan PT SKS.

"PT EPP telah menerima pembayaran pengangkutan dan pengelolaan sampah sebesar Rp75,9 miliar," ujarnya.

Kabid Persampahan DLH Tangsel Jadi Tersangka

Setelah Kadis DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman, Kejati Banten menetapkan Kabid Persampahan DLH Tangsel, Tubagus Apriliandhi Kusumah Perbangsa dalam perkara korupsi jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah dengan kontrak senilai Rp75,9 miliar.

Tubagus Apriliandhi ditetapkan sebagai tersangka setelah dua orang lainnya yakni Kepala Dinas DLH Kota Tangsel Wahyunoto dan Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP) Syukron Yuliadi Mufti ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Pantauan di lapangan, sambil menangis, Apriliandhi digiring dari ruang pemeriksaan Kejati Banten ke mobil tahanan untuk selanjutnya dibawa ke Rutan Kelas IIB Pandeglang, ssebagai tahahan sementara selama 20 hari.

Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna mengatakan, peran Apriliandhi dalam korupsi tersebut adalah menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) untuk pekerjaan proyek tersebut tanpa disusun berdasarkan data yang bisa dipertanggungjawabkan.

HPS merupakan perkiraan biaya untuk pengadaan barang dan jasa dalam metode e-purchasing. Tubagus juga membantu mempermudah PT EPP agar menjadi pemenang proyek tersebut.

"Tersangka selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga tidak melakukan klarifikasi teknis, fungsi, kinerja, dan ketentuan terkait produk yang tercantum dalam aplikasi katalog elektronik kepada PT Ella Pratama Perkasa selaku penyedia," kata Rangga.

Selaku PPK, lanjut Rangga, Apriliandhi membiarkan PT EPP tidak melaksanakan pekerjaan pengelolaan sampah sebagaimana tertuang dalam kontrak.

Tersangka juga tidak melakukan monitoring atau pengawasan mengenai kesesuaian lokasi pembuangan sampah.

"Tersangka tetap menerbitkan SPM dan melakukan pembayaran 100 persen (kepada PT EPP). Meskipun terdapat kelengkapan persyaran administrasi pencairan pembayaran yang tidak dipenuhi oleh PT EPP," ujar Rangga.

Ditanya soal mantan ASN DLH Tangsel, Zeki Yamani yang disebut juga terlibat dalam proyek tersebut, Rangga mengatakan, pihaknya belum menetapkan yang bersangkutan sebagi tersangka. Pihaknya beralasan masih melakukan pendalaman. "Nanti lihat perkembangan berikutnya," katanya singkat.

Sama seperti dua tersangka sebelumnya, Tubagus juga disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Load More