Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Selasa, 18 Februari 2025 | 21:00 WIB
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang UMT Tangerang, Korry El Yana (tengah) turut mengomentari kebijakan tata kelola Ges Elpiji 3 kilogram [Wivy Hikmatullah/SuaraBanten.id].

"Bagaimana pemerintah daerah level kota dan kabupaten punya tim untuk mengawal itu. Sayangnya dari tahun 2011, itu enggak maksimal. Akhirnya bocor di mana-mana. Kita sebagai rakyat capek, bahwa subsidi bocor. Enggak BBM, enggak gas, sama saja," ungkap Adib.

Kata Adib, pejabat di daerah—wali kota, bupati, hingga gubernur—harus bisa diandalkan untuk mengawal kebutuhan pokok rakyatnya, seperti gas, kesehatan, hingga pendidikan.

"Itu semua kebutuhan rakyat. Jika sampai terganggu, saya yakin popularitas dan elektabilitas akan terganggu, sampai level presiden. Maka dari itu penting di implementasinya," katanya.

"Penegasan saya, kebijakan ini sebenarnya bagus, asal pejabat di level pemerintah daerah itu maksimal. Sensitivitas sosial pejabat atas kebutuhan rakyat sangat diperlukan untuk kawal BBM, gas, raskin, hingga bansos. Selama ini pemerintah daerah tidak maksimal," katanya.

Baca Juga: Miris! Emak-emak di Serang Tak Dapat Gas Elpiji 3 Kilogram di Pangkalan

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan agar masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai saat membeli langsung di pangkalan.

Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan kembali dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan. Bahlil mengumumkan bahwa seluruh pengecer elpiji 3 kilogram di Indonesia sekitar 375 ribu akan dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi LPG bersubsidi tepat sasaran dan harga tetap terjangkau

Load More