Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Rabu, 24 April 2024 | 19:57 WIB
Hakim Konstitusi, Suhartoyo, memimpin sidang pendahuluan gugatan atas pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023. (Suara.com/Dea)

SuaraBanten.id - Mahkamah Konstitusi alias MK telah menolak gugatan terkait hasil sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Gugatan itu dilayangkan oleh pasangan Capres-Cawapres 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

MK telah menolak gugatan kedua paslon saat Sidang sengketa Pilpres 2024  di Gedung MK, Senin (22/4/2024).

Putusan MK yang menolak gugatan itu membuat Paslon Capres-Cawapres 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 terpilih.

Menanggapi putusan MK tersebut, Pengamat Politik Citra Institute Yusak Farchan mengatakan, putusan MK harus diapresiasi dan diterima sebagai putusan final terhadap Pilpres 2024.

“Apapun putusan MK kan sifatnya final dan mengikat tentu harus diapresiasi,” katanya memulai tanggapan putusan MK.

Yusak menuturkan, dalam gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 itu terdapat kelemahan pada kubu penggugat 01 dan 03 yang tidak bisa meyakinkan majelis hakim MK terkait pokok perkara yang menjadi kewenangan MK.

Menurutnya, sembilan tuntutan pihak 01 dan lima tuntutan dari pihak 03 yang diajukan dalam gugatan cenderung melebar.

“Misal meminta mendiskualifikasi Mas Gibran sebagai cawapres yang sebetulnya itu bukan ranahnya MK, tapi ranahnya PTUN karena terkait dengan sengketa proses, bukan sengketa hasil. Kemudian politisasi bansos juga sudah dimentahkan oleh argumentasi 4 menteri di Persidangan MK,” kata Yusak kepada suara.com.

Yusak menyayangkan pihak Paslon Capres-Cawapres 01 dan 03 hanya berfokus pada akar masalah yang diduga jadi kekalahan mereka di Pilpres 2024.

Akar masalah tersebut, lanjut Yusak, terkait cawe-cawe Presiden Jokowi, campur tangan MK yang memberikan jalan mulus bagi pencalonan Gibran sebagai Cawapres.

"Modal dasar Pak Prabowo kan tidak sampai 58 persen kan. Karena variabel Pak Jokowi itulah yang membuat elektabilitas Prabowo-Gibran semakin melesat dan ini menjadi bagian pertarungan terbuka bagi Pak Jokowi dengan PDIP," terang Yusak.

"Jadi mereka fokus pada akar persoalan, cuma kan masalahnya akar persoalan ini tidak jadi ranahnya MK," tambah Yusak menegaskan.

Yusak menuturkan, seharusnya pihak Capres-Cawapres 01 dan 03 fokus pada perselisihan hasil Pemilu yang membuat mereka kalah dari Prabowo-Gibran.

"Karena selisihnya jauh, saya lihat dari awal baik 01 dan 03 ini tidak punya cukup bukti dimana titik kekalahannya, dimana titik selisih suaranya sehingga menyebabkan suara mereka bisa kalah," tuturnya.

Terkait dengan pengawasan Pemilu, Yusak menyebut, pengawasan Pilpres 2024 kurang maksimal dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

"Ya kalau dikatakan bahwa pengawasan Pemilu kurang maksimal, saya kira memang dibeberapa daerah seperti itu kondisinya," ungkapnya.

Meski begitu, menurut Yusak, Bawaslu juga memiliki keterbatasan dalam penanganan pelanggaran Pemilu. Pasalnya semua kasus yang masuk harus berdasarkan laporan yang masuk disertai alat bukti dan lainnya.

Hal itu, kata Yusak, justru menjadi celah sehingga tak adanya penindakan dan kasus pelanggarannya menguap begitu saja.

"Ketika dibawa ke MK, ada yang bukan menjadi ranahnya MK sehingga sulit bagi MK untuk mengamini atau mengabulkan perkara yang diajukan atau gugatan yang dilayangkan para pemohon," pungkasnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

Load More