Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Rabu, 21 April 2021 | 17:06 WIB
Masjid Cikoneng Pandeglang saksi sejarah umat Islam mengusir penjajah [Suara.com/Saepulloh]

SuaraBanten.id - Masjid Cikoneng yang kini disebut warga setempat Masjid Manungtung terletak di Kampung Manungtung, Desa Cilaban Bulan, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Masjid Cikoneng saksi sejarah pusat syi'ar agama islam termasuk tempat perjuangan kaum pribumi melawan penjajah. Masjid Cikoneng sejarah umat Islam mengusir penjajah.

Belum diketahui kapan masjid yang luasnya diperkirakan dengan luas bangunan 300 meter persegi ini di bangun. Namun, berdasarkan cerita terdahulu masjid ini di bangun setelah pembangunan masjid agung Caringin yang terletak di Desa Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.

Jika merujuk ke pembangunan masjid Caringin, artinya usia masjid itu sudah mencapai ratusan tahun. Sebab masjid Caringin dibangun tahun 1.884 oleh seorang ulama besar Ki Ageng Asnawi Caringin pada masa pemerintahan Gubernur Belanda saat itu yaitu Herman Daendels, yang berkuasa pada tahun 1808-1811.

Baca Juga: Al Quran Raksasa di Cilegon Berukuran 1,81 Meter

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Cikoneng Abdul Hakim mengatakan, bukti sejarah secara tekstual untuk keberadaan masjid dirinya belum pernah lihat, namun berdasarkan informasi yang didapat catatan mengenai masjid ini ada di masjid Caringin.

"Catatan (bukti tertulis sejarah masjid) gak ada, katanya adanya di Caringin. Kenapa ada di Caringin? karena masjid ini, masjid kedua setelah masjid Caringin," kata Hakim saat berbincang dengan suara.com, Rabu (21/4/2021).

Ada ikatan keluarga antara Ki Ageng Asnawi Caringin atau yang dikenal syekh Asnawi dengan tokoh masyarakat Manungtung. Bahkan sebagian pekerja pembangunan masjid Manungtung dilakukan oleh warga Caringin.

Sehingga pembangunannya dalam tidak jauh berbeda. Diketahui saat itu, kedua masjid tersebut menjadi pusat penyebaran Islam di Pandeglang.

Masjid Cikoneng memiliki dua menara, terdapat dua ruangan di dalamnya, satu ruangan sebagai tempat salat, di ruangan tersebut terdapat empat tiang penyangga dari kayu nangka yang berusia ratusan tahun, serta ruangan depan untuk musyawarah. Hakim mengatakan, bentuk tempat imam dan mimbarnya hampir mirip dengan Masjid Agung di Demak, Jawa Tengah.

Baca Juga: Setahun Penuh, Al Quran Raksasa di Ciwandan Ditulis Tangan Usai Tahajud

"Pas saya ikut ziarah keliling Walisongo, lihat masjid Demak hampir mirip bentuknya dengan masjid Cikoneng. Cuman yang di Demak lebih besar saja," terangnya.

Masjid Cikoneng dibangun penyebar Islam di Tanah Jawa yang dijadikan tempat membangun strategi untuk melawan para penjajah. Dulunya sehari sebelum berperang melawan penjajah, para warga terlebih dulu berkumpul di masjid.

"Kemudian masjid ini katanya bersejarah. Sebelum mereka berangkat berjuang (melawan penjajah) mereka kumpul dulu di sini. Sehingga orang Manungtung, orang tua saya, kakek saya pernah di hukum oleh Belanda selama 20 tahun," terangnya.

Kendati sudah berusia ratusan tahun, hingga kini kondisi Masjid Cikoneng masih utuh tanpa perbaikan baik mimbar maupun empat tiang penyangga. Hanya di bagian dinding yang di pasangi keramik, serta perbaikan tempat wudu.

"Bentuk masjid ini tidak ada perubahan. Hanya di dindingnya saja yang diperbarui dengan keramik karena kami khawatir lapuk, Jadi tiang-tiang masih utuh dan pelebaran pun masih ada. Jadi sesuai dengan yang dulu,"bebernya.

Sayangnya hingga kini masjid bersejarah ini belum ditetapkan menjadi cagar budaya oleh pemerintah setempat. Hakim berharap masjid tersebut dapat di jadikan cagar budaya agar nilai-nilain sejarahnya tidak hilang.

"Harapan kami dari masyarakat Manungtung menjadi cagar budaya, karena dulu orang Manungtung banyak menjadi perintis kemerdekaan, karena mereka ikut berjuang membela negara melawan penjajah,"tandasnya.

Kontributor : Saepulloh

Load More