SuaraBanten.id - Kue sorabi atau serabi mungkin sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Ya, panganan berbentuk bulat yang berbahan dasar tepung beras ini mungkin menjadi kuliner khas dari tataran Sunda yang sudah melegenda.
Sebagai salah satu jajanan tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat.
Ada dua jenis sorabi, yaitu serabi manis yang menggunakan kinca (gula merah cair) dan sorabi asin dengan atau tanpa taburan oncom yang telah dibumbui di atasnya.
Pun begitu bagi masyarakat di Provinsi Banten. Sebagai daerah otonom baru dari Provinsi Jawa Barat, kue sorabi sudah sangat dikenal sejak lama, meski ada sebagian masyarakat di Banten yang lebih mengenalnya dengan nama kue soroboha.
Baca Juga: Ruas Jalan di Kaduagung Timur Lebak Segera Digarap, Habiskan Rp1,9 Milyar
Sementara di Kota Serang, berkembangnya zaman membuat kue-kue tradisional seperti kue sorabi dirasa makin sulit untuk ditemukan dijual di pasaran.
Justru, masyarakat Kota Serang akan lebih mudah menjumpai para penjual kue-kue modern macam brownies, tart, martabak, hingga kebab yang merupakan makanan khas Timur Tengah.
Namun hal itu tidak mempengaruhi Ibu Saca (50) warga Kampung Kebaharan Dukuh, Kelurahan Lopang, Kecamatan Serang, Kota Serang.
Lebih dari 20 tahun, wanita paruh baya itu masih setia untuk menjual kue sorabi.
Hal itu dilakukan bukan hanya untuk mencari nafkah semata, namun sebagai upaya dirinya menjaga kelestarian makanan tradisional.
Baca Juga: Dijuluki Kembaran Serabi, Mencicipi Nikmatnya Jajanan Laklak Khas Bali
"Kalau Ibu sih pegang amanat orang tua, kalau makanan zaman dulu jangan sampai ditinggalkan," ucapnya ditemui ditempat jualannya, Sabtu (17/10/2020) sore, di Jalan Ayip Usman, Lopang, Kota Serang.
Sebagai wanita yang lahir dari orang tua asli Cirebon, Jawa Barat.
Sudah barang tentu membuat kue sorabi merupakan resep turun temurun yang diberikan oleh para orang tua dulu terhadap anak perempuanya. Sehingga hal itupun yang membuat Ibu Saca mampu membuatnya.
Meski begitu, baru di era 90-an dirinya memutuskan untuk berjualan kue sorabi. Masa di mana dirinya terpaksa harus pergi merantau dari kampung kelahirannya menuju tanah jawara.
"Ya diajarkan orangtua, namanya juga anak kampung. Kan bikin kue-kue kayak gini udah biasa kalau di kampung. Jadi Ibu juga diajarkan, kan kalau dikampung itu, dulu anak perempuan itu ya harus bisa masak, masak apa aja. Termasuk bikin kue sorabi ini," terangnya.
Adalah Sang Kakak yang mengajaknya hijrah ke Serang kala itu.
Sehingga dirinya pun diminta untuk membantu Sang Kakak yang sudah terlebih dahulu berjualan kue sorabi di daerah Kaujon, Kota Serang.
"Waktu itu tahun 90 berapa gitu Ibu lupa, diajak Kakak kesini (Kota Serang). Disuruh bantu jualan sorabi. Waktu itu masih di Kaujon jualannya. Ada sekitar 5 tahunan Ibu jualan disitu," kisahnya.
Hingga akhirnya, dengan modal Rp 1 juta, Ibu Saca pun memutuskan untuk berdagang sendiri.
Dengan dibantu suami, ia pun memulai jualannya meski harus beberapa kali berpindah tempat. Hanya ada dua varian rasa yang dijualnya hingga saat ini, rasa manis dan original.
"Ya pas punya modal sendiri, jualan sendiri. Ini kan sebetulnya modalnya juga ga begitu gede. Waktu itu beli ini itu nyampe sejuta. Tapi kalau tungku buat sendiri. Waktu itu jual pernah di Pemindangan, di Kelapa Dua, deket Kecamatan Unyur, sampe di sini (Cikepuh), udah lebih 3 tahun di sini," ujarnya.
Menurutnya, membuat kue sorabi terbilang mudah, yakni hanya mencampurkan tepung beras dengan kelapa parut ditambah garam secukupnya. Dan kemudian adonan kue tinggal dimasukkan kedalam sangan yang sudah panas (sangan adalah cetakan kue serabi yang terbuat dari tanah liat), setelah itu ditutup sambil menunggu matang berkisar 2-3 menit saja.
Meski begitu, ada beberapa proses yang memang memerlukan kesabaran saat membuat bahan dasar sorabi, yakni tepung beras.
Sebab, penggilingan beras yang masih dilakukan secara manual terkadang membutuhkan waktu satu hari penuh agar dapat menjadi bahan baku yang cocok dijadikan adonan kue sorabi.
"Ya gampang sih kalau bikin kuenya. Agak repot bikin bahannya, bikin tepung berasnya. Karena beras itu harus dicuci bersih, terus ditumusin (proses pengeringan), terus digiling sampai halus, abis gitu dijemur, harus sampe kering. Nah yang repot kalau musim hujan, agak susah ngeringinnya," terangnya.
Dijual dengan harga Rp 2.000 per biji, terkadang pesanan dalam jumlah besar pun kerap Ibu Saca dapatkan dari orang-orang yang akan menggelar hajatan ataupun tahlilan.
Sehingga omzet penjualannya pun mampu berada dikisaran Rp 3 - 4 juta perbulan.
Meski ketidakpastian penghasilan kerap membayangi dirinya, terlebih di masa pandemi yang pernah membuat usahanya mengalami penurunan.
Namun dengan tegas Ibu dengan empat anak tersebut menuturkan jika dirinya tidak pernah berpikiran mencoba berjualan yang lain, apalagi mengikuti tren zaman.
"Alhamdulillah bisa sebulan dapat 3 - 4 juta, tapi kalau sepi ya dibawah 2 juta. Dulu awal corona itu sepi banget, ga ada orang. Tapi sekarang udah mulai normal, mudah-mudahan coronanya cepet ilang ya. Dan inshaallah Ibu akan tetap jualan ini (kue sorabi) terus, engga kepikiran mau jualan yang lain," tukasnya.
Keberadaan penjual makanan tradisional seperti Ibu Saca turut disyukuri oleh sejumlah orang. Sehingga hal itu dianggap memudahkan masyarakat jika ingin mencari makanan tradisional.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pembeli, Misna (42). Dirinya mengaku senang dengan keberadaan Ibu Saca yang masih menjual makanan tradisional.
Menurutnya, menemukan penjual makanan tradisional di Kota Serang sudah cukup sulit.
"Alhamdullilah saya sering beli disini, karena sudah tau kalau mau sorabi mesti kemana. Sekarang yang jual kayak gini tuh udah susah nemunya. Ya paling mesti bikin kan, itu juga kalau ada acara tertentu, tapi kan repot," ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah daerah mau lebih peduli terhadap keberlangsungan makanan-makanan tradisional.
Karena menurutnya, jangan sampai makanan tradisional hilang tergerus oleh makanan-makanan yang datang dari budaya asing.
"Mudah-mudahan pemerintah lebih peduli ya, bikin pusat jajanan tradisional gitu. Biar tetap lestari, bagaimanapun warisan leluhur. Jangan sampai kalah sama makanan-makanan yang justru datang dari (budaya) barat," tukasnya.
Kontributor : Sofyan Hadi
Berita Terkait
-
PDIP Ancam Lapor MK Jika TNI, Polri dan Pejabat Negara Tak Netral Pada Pilkada Banten 2024
-
Kisah Pilu Keluarga Sopir Truk Penyebab Kecelakaan Tol Cipularang, Tinggal di Rumah Tak Layak, Anak Putus Sekolah
-
Firasat Istri Sopir Truk Sebelum Kecelakaan Tol Cipularang: Jantung Deg-degan, Anak Nangis Terus
-
Keluarga Sopir Truk Penyebab Kecelakaan Tol Cipularang Mohon Keringanan Hukuman: Anak-Anaknya Masih Kecil
-
Kabar Nahas Kecelakaan Tol Cipularang Buat Istri Sopir Truk Pingsan dan Tak Bisa Tidur Nyenyak
Terpopuler
- Mees Hilgers Didesak Tinggalkan Timnas Indonesia, Pundit Belanda: Ini Soal...
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Miliano Jonathans Akui Tak Prioritaskan Timnas Indonesia: Saya Sudah Bilang...
- Denny Sumargo Akui Kasihani Paula Verhoeven: Saya Bersedia Mengundang..
- Elkan Baggott Kembali Tak Bisa Penuhi Panggilan Shin Tae-yong ke TC Timnas Indonesia
Pilihan
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
Terkini
-
Berapa Harga Garmin Venu 3 dan Spesifikasinya
-
Eks Kabid BPBD Banten Dituntut 4 Tahun Penjara Gegara Pengadaan Laptop Fiktif
-
Tabrakan Mobil Polisi di Cadasari Pandeglang Diduga Dipicu Karena ODGJ Ngamuk
-
AC Terasa Kurang Dingin? Ini Kemungkinan Penyebabnya
-
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama Tangerang Tanggapi Kericuhan Konfercab