Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Jum'at, 15 Mei 2020 | 11:28 WIB
Amah penghuni Huntara di Pandeglang, korban tsunami yang menerjang Banten di tahun 2018 silam. [Suara.com/Saepulloh]

SuaraBanten.id - Sungguh malang nasib Amah yang terdaftar sebagai keluarga penerima manfaat (KPM) program sembako, lantaran sejak awal tahun 2020 hingga saat ini bantuan sembakonya mendadak hilang. Padahal, sejak program itu diluncurkan tahun lalu Amah selalu mendapatkan paket sembako tersebut.

Amah mengatakan, jika bantuan itu begitu berarti baginya di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, Amah merupakan salah satu korban Tsunami Banten yang tinggal di hunian sementara (Huntara) Citanggok, Kecamatan Labuan, Pandeglang.

Kepada Suara.com, Amah mengemukakan, bantuan sembakonya mendadak hilang tanpa ada pemberitahuan apapun dari pihak terkait. Persoalan tersebut diketahuinya, berdasarkan informasi dari agen. Saat itu, sang agen mengatakan kepadanya, jika saldo dalam Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) untuk KPM selalu kosong, sehingga ia tak mendapatkan bantuan senilai Rp 200 ribu yang kerap ditukar dengan kebutuhan pokok.

"Saya dapat dari tahun 2019 sebanyak tujuh kali. Terus jalan lima bulan ini saya nggak dapat-dapat. Katanya saldonya kosong," kata Amah saat ditemui di Huntara Citanggok Kecamatan Labuan pada Jumat (15/5/2020).

Baca Juga: Miris, Cerita Korban Tsunami Banten Terserang Stroke di Huntara Sumur

Untuk mendapatkan bantuan sembako, Amah kerap mendatangi lokasi agen tersebut setiap kali pembagian sembako atau sebulan sekali. Namun bukannya mendapatkan sembako, malahan ia mendapatkan kesedihan karena pulang dengan tangan kosong. Sebab berdasarkan pengakuan agen bernama Rakmadi, saldo di kartunya selalu kosong dari bulan ke bulan.

"Setiap ada pembagian sembako itu saya selalu nanyain ke sana. Kata saya, ke Rakmadi 'Ini di cek dulu siapa tahu ada.' Udah dicek, katanya uangnya nggak ada aja, tidak tersedia aja. Setiap dicek tidak tersedia saja," katanya dengan nada kecewa.

Sebagai korban keganasan bencana tsunami yang menerjang Pandeglang pada 22 Desember 2018 lalu, perekonomian pengungsi tersebut belum stabil. Apalagi suami Amah yang bekerja sebagai nelayan, kadang pulang dengan penghasilan tak menentu.

Padahal, mereka harus menafkahi tujuh anaknya. Satu orang duduk bangku di SMP dan dua anak di sekolah dasar, sisanya masih berusia belia.

"Bantuan itu sangat dibutuhkan. Saya anak banyak, tujuh orang. Saya mengharapkan sembako itu. Ya gimana gak mengharapkan sembako itu sekarang, coba saja dulu saya nggak dapat, nggak mungkin sekarang terus-terus berharap,"ucapan harunya.

Baca Juga: Kisah Korban Tsunami Banten Terserang Stroke di Huntara Sumur

Aman juga menceritakan, sejak mendapatkan kartu itu, ia tak pernah memegang kartunya, karena berdasarkan saran dari RT setempat, kartu itu lebih baik diserahkan kepada pengurus agen. Saat menanyakan keberadaan kartunya, betapa kagetnya jika kartunya juga hilang.

Load More