SuaraBanten.id - Indonesia memang kaya akan budaya dan bahasa, satu diantaranya adalah ragam suku. Terdapat lebih dari 300 etnik atau suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke yang salah satunya Suku Baduy.
Suku Baduy merupakan suku ada yang hidup di alam pegunungan Kendeng, Kabupaten Lebak, Banten. Di tengah modernisasi yang berkembang pesat di berbagai wilayah, Suku Baduy tetap mempertahankan tradisi mereka.
Tinggal di pedalaman Lebak, Banten, Suku Baduy masih sangat mempertahankan gaya hidup tradisional dalam lingkungan masyarakat selama 400 tahun hingga sekarang tanpa gangguan ekonomi dan tekanan sosial dari dunia modernisasi.
Terdapat 2 kelompok Suku Baduy yakni, Baduy dalam dan Baduy luar mereka menempati wilayah dengan luas sekitar 5.000 hektare dan populasi sekitar 22.000 orang.
Baca Juga:Cerita Kaesang Sering Dipanggil Gibran, Hingga Bahas Kemungkinan Kakaknya Gabung PSI
Sejarah Suku Baduy
Meskipun banyak perdebatan dan versi dari para ahli terkait asal usul mereka, Suku Baduy yang disebut mirip orang Timur Tengah memang sudah terkenal kepercayaan mereka untuk memegang teguh adat dan tradisi nenek moyang yang hingga kini terus dilestarikan.
Versi yang paling terkenal tentang dari mana asal suku Baduy adalah kisah warga Baduy ternyata merupakan keturunan kerajaan Pajajaran yang mengasingkan diri ke wilayah pegunungan Kendeng, di Banten Tengah pada abad ke 12.
Bagaimana orang-orang dari kerajaan Pajajaran mengasingkan diri ke wilayah yang kini dihuni warga Baduy sekarang ?
Dikutip dari unggahan video kanal YouTube Sabih NU dijelaskan bahwa menurut Djoewisno dalam bukunya berjudul 'Potret Kehidupan Masyarakat Baduy' terbitan tahun 1987 disebutkan awal mula pengasingan terjadi saat wilayah Banten dikuasai oleh Sunan Gunung Jati yang membawa misi menyebarkan agama Islam.
Baca Juga:Temui Pendukung Prabowo-Gibran di Tangerang, Kaesang: Coblos Gibran, Satu Putaran
Hal itu membuat sejumlah orang yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun memilih melarikan diri ke arah selatan pulau Jawa atau sekarang disebut dengan Banten untuk meninggalkan istana kerajaan mereka yang disebut Megah.
Dalam pelarian selama berhari-hari, tibalah rombongan itu di hulu sungai Ciujung di jantung pegunungan kaki gunung Kendeng.
Tempat itu kini disebut sebagai penyembahan Arca Domas atau petak 13. Lokasi ini merupakan daerah terlarang di samping merupakan kawasan tertutup yang sangat rahasia bagi siapa saja.
Sementara itu, pengamat budaya Baduy Uday Suhada mengatakan, ada versi lain yang juga diyakini oleh masyarakat Baduy terkait asal usulnya.
Dalam kepercayaan suku Baduy mereka meyakini nenek moyang warga Baduy sudah ada dari ribuan bahkan puluhan tahun dan tinggal di wilayah Kaolotan secara turun temurun. Mereka meyakini keturunan dari Batara Cikal salah satu dari 7 dewa atau Batara yang diutus ke bumi.
Asal usul tersebut sering pula dikaitkan atau dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama, mereka percaya jika Nabi Adam turun di wilayah tersebut.
Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Suku Baduy adalah kehidupan mereka yang tertutup dari modernisasi. Mereka menolak pengaruh teknologi modern dan mempertahankan cara hidup tradisional.
Apalagi Suku Baduy Dalam, yang masih sangat menjaga tradisi agraris mereka dengan bertani menggunakan alat-alat sederhana, seperti cangkul dan sabit. Selain itu, juga menggunakan sistem irigasi yang dibangun berdasarkan tradisi turun-temurun.
Suku Baduy tetap menjaga kehidupan yang harmonis dengan alam dan menjauhkan diri dari kemajuan teknologi yang dianggap bisa merusak keseimbangan.
Upacara-upacara adat dan ritual pun masih terus dijalankan dengan konsisten, serta memiliki aturan yang ketat terkait dengan hubungan antar anggota suku dan tata cara sosial.
Mengenal asal usul Suku Baduy dapat mengajarkan tentang pentingnya memelihara warisan budaya serta alam, rukun dengan sesama dan menghargai kehidupan yang sederhana.
Kontributor : Mira puspito