SuaraBanten.id - Keputusan Wali Kota Cilegon, Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Cilegon, Sanuji Pentamarta menandatangani kain kafan sebagi tanda penolakan pembangunan gereja di Kota Cilegon, Banten banyak menuai kritik. Diketahui, pembangunan gereja rencananya bakal dibangun di Cikuasa, Gerem, Grogol, Kota Cilegon, Banten.
Terkait penolakan pembangunan gereja tersebut, Jaringan Gusdurian, Gerakan Anak Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kota Cilegon, Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) hingga Forum Komunikasi Pemuda Lintas Agama (Fokapela) Banten turut buka suara.
Koordinator Jaringan Gusdurian Banten, Taufik Hidayat mengatakan, pada Rabu (7/9/2022) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon, Helldy Agustian dan Sanuji Pentamarta ikut menandatangani penolakan rencana pendirian gereja HKBP Maranatha Cilegon di depan massa yang mengatasnamakan Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
"Aksi pejabat publik tersebut, telah nyata-nyata menciderai dan mengkhianati konstitusi Republik Indonesia," kata Taufik Hidayat kepada SuaraBanten.id Sabtu (10/9/2022).
Kata Taufik, tindakan ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang praktik diskriminatif Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon yang tercatat telah menolak 4 kali pengajuan izin Gereja Baptis Indonesia Cilegon sejak tahun 1995.
"Perlakuan pemerintah itu jelas bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan dan penghormatan, hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujarnya.
Taufik memaparkan, bunyi pasal 29 ayat 2 UUD NKRI yang secara tegas menyatakan, Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Karenanya, Jaringan Gusdurian menyatakan sikap, pertama, mengecam keras tindakan diskriminatif dan intoleran yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon, serta meminta keduanya untuk meminta maaf atas tindakannya.
Kemudian, ia juga meminta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon segera mengakhiri praktik diskriminatif terhadap warga dan memberikan perlindungan kepada semua agama sebagaimana diamanatkan undang undang.
"Kedua, dengan tegas menagih komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah," tegasnya.
Menurutnya, Pemerintah Joko Widodo harus tetap tegas dalam menegakkan UUD 1945 yang sepenuhnya menjamin kemerdekaan beragama.
"Terakhir, mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga dan merawat kebhinekaan dengan menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan semua warga negara," pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Gerakan Anak Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kota Cilegon, Ringkot Sitohang mengatakan, pendirian Gereja bukan semata mata untuk kepentingan sesaat. Melainkan, untuk mendidik generasi kristiani guna memajukan bangsa dan negara.
"Karena bagaimana pun, generasi kita ke depan akan hidup berdampingan dengan keberagaman," ucapnya.
"Negara harus hadir untuk Cilegon," sambung pemuda yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemuda Lintas Agama (Forkapela) Banten itu.
Ditempat yang berbeda, Koordinator Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cilegon Banten, Fransiscus Nitema Harefa menyayangkan adanya insiden penolakan pembangunan gereja di Kota Cilegon.
"Sangat disayangkan, ide ide Gusdur yang mencanangkan toleransi antar umat Agama tidak diindahkan," ucapnya.
Ia bahkan menyebut Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI, Wawan Djunaedi telah mengatakan dan berharap pada semua kepala daerah, termasuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian agar berupaya semaksimal mungkin memenuhi hak-hak konstitusi setiap penduduk, termasuk hak beragama dan berkeyakinan.
"Tapi, Wali Kota Cilegon Helldy Agustian tidak menjalankan amanat atau perintah dari Kemenag RI, malah turut mendukung penolakan pembangunan gereja tersebut," ucapnya menyayangkan.
"Atas dasar apa seorang tokoh pejabat publik Kota Cilegon mendukung penolakan tersebut? Tidak menanamkan nilai nilai toleransi terhadap umat kristiani, padahal Negara Indonesia adalah Negara Pancasila," jelasnya.
Kontributor : Firasat Nikmatullah