SuaraBanten.id - Kebijakan pengalihan subsidi bahan bakar minyak jenis pertalite, solar, dan pertamax ke program perlindungan sosial dinilai sebagai desain yang tepat untuk APBN karena menjadi wujud kehadiran negara dalam melindungi masyarakat rentan.
"Meski pahit, kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi harus bisa dipahami dengan baik," kata ekonom Faisal Basri dalam keterangan pers di Jakarta, hari ini.
Faisal menuturkan penyesuaian harga merupakan fenomena global karena hampir semua negara termasuk produsen besar minyak, seperti Arab Saudi telah menaikkan harga BBM.
Menurutnya, harga di Indonesia lebih murah dibandingkan produsen utama minyak Arab Saudi.
Baca Juga:Setelah Kenaikan Harga BBM, Secara Bertahap Orang Beralih ke Motor Listrik
Pemerintah Indonesia perlu mencurahkan energi untuk memitigasi dampak potensi meningkatnya inflasi serta mengurangi tekanan pada masyarakat yang rentan secara ekonomi.
“Gunakan semua instrumen untuk meringankan beban rakyat," ujar Faisal.
Dalam teori ekonomi, jelas Faisal, salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah redistribusi, agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah, masyarakat miskin dapat membeli barang yang disubsidi tersebut.
“Subsidi BBM tampak tidak sejalan dengan tujuan tersebut karena ternyata orang miskin sedikit menggunakan BBM dari pada orang kaya. Sementara itu, subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar,” kata dia.
Presiden Jokowi sempat menyampaikan bahwa 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu secara finansial, yaitu para pemilik mobil pribadi.
Baca Juga:Tangkap Pelaku Penimbun 630 Liter Bio Solar, Polisi Sita Tiga Mini Bus
Menurutnya, uang negara seharusnya diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu.
Pada saat bersamaan, pemerintah melihat urgensi memperkuat program perlindungan sosial kepada masyarakat tak mampu di tengah turbulensi geopolitik dunia saat ini semakin tinggi.
Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan mengatakan langkah mempertajam subsidi kepada kelompok paling rentan sangat urgen dan harus menjadi prioritas karena mempertimbangkan stabilitas dan ketahanan ekonomi.
Data analisis intelijen ekonomi, kata Budi, menunjukkan situasi global saat ini akan terus memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara dan dampaknya akan sangat terasa di kalangan yang rentan secara ekonomi.
Pemerintah Indonesia lantas mengalihkan sebagian subsidi energi yang kurang efektif untuk menghadapi tekanan agar kalangan ekonomi rentan tidak turun ke level kemiskinan aku bahkan absolut akibat kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar sehari-hari.
Sejauh ini, pemerintah telah menyiapkan bantalan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai BBM senilai Rp12,4 triliun yang akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu dengan nominal Rp150.000 per bulan yang akan diberikan selama empat bulan terhitung sejak September 2022.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bantuan subsidi upah senilai Rp600 ribu per orang untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dengan total anggaran mencapai Rp9,6 triliun. Bahkan, pemerintah daerah diarahkan untuk memakai 2 persen dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek daring, dan juga nelayan dengan nilai mencapai Rp2,17 triliun.
Berbagai bantalan sosial itu diberikan untuk memberikan perlindungan efektif terhadap masyarakat rentan. Hal ini yang melatarbelakangi keputusan pengalihan subsidi agar fokus kepada masyarakat yang paling membutuhkan bantuan. [Antara]