Sehari Jelang Proklamasi Kemerdekaan RI, Terjadi Peristiwa Berdarah di Cinangka

Sehari sebelum proklamasi, peristiwa berdarah terjadi Cinangka, Kabupaten Serang. Tepat pada 16 Agustus 1945 silam, warga mengepung rumah Camat Cinangka Tubagus Mohamad Arsad.

Hairul Alwan
Rabu, 17 Agustus 2022 | 16:16 WIB
Sehari Jelang Proklamasi Kemerdekaan RI, Terjadi Peristiwa Berdarah di Cinangka
Ilustrasi pengedaran Bendera Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. [IST]

SuaraBanten.id - Peristiwa bersejarah di Banten menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tampaknya patut diketahui publik. Satu hari tepat sebelum kemerdekaan RI, terjadi peristiwa berdarah di Cinangka, Kabupaten Serang.

Diketahui, jepang kalah saat perang melawan sekutu pada 15 Agustus 1945. Setelah itu, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indoesia.

Namun, sehari sebelum proklamasi, peristiwa berdarah terjadi Cinangka, Kabupaten Serang. Tepat pada 16 Agustus 1945 silam, warga mengepung rumah Camat Cinangka Tubagus Mohamad Arsad.

“Para petani Cinangka mendatangi camat setempat, Tubagus Mohamad Arsad, untuk meminta agar bahan sandang yang dia kuasai diserahkan kepada mereka,” tulis Michael C. Williams dalam “Banten: Utang Padi Dibayar Padi, Utang Darah Dibayar Darah” dalam Audrey Kahin, Pergolakan pada Daerah Awal Kemerdekaan (1990: 63).

Baca Juga:Asyiknya Warga Berfoto di Depan Istana Negara Jelang Upacara Penurunan Bendera HUT ke-77 Republik Indonesia

Tak langsung menyerahkan tuntutan warga, Tubagus Mohamad Arsad menolak desakan mereka. Warga yang didominasi petani itu akhirnya melakukan perampokan di rumah camat.

Tubagus Mohamad Arsad pun akhirnya melarikan diri ke Anyer untuk meminta bantuan kepada Wedana Anyer, Raden Sukrawardi. Camat berharap wedana dapat berunding dan menenangkan amarah warga yang lapar.

Tubagus Mohamad Arsad dan Wedana dengan diantar 2 orang polisi kembali ke desa. Namun, tak disangka justru mereka mendapat serangan. Keduanya tewas di tangan warga

Penyerangan tersebut mengakibatkan Raden Sukrawardi terbunuh. Masyarakat saat itu menyerang menggunakan tongkat sebagai senjatanya, sedangkan yang lainnya dapat meloloskan diri.

Pemberontakan selanjutnya terjadi ketika rombongan 30 polisi beserta serdadu Jepang masuk ke desa tersebut pada 18 Agustus 1945. Terjadi pertempuran yang menelan korban antara petani dan polisi tersebut.

Baca Juga:Video Viral Tali Bendera Nyangkut, Petani Panjat Tiang saat Upacara HUT ke-77 Kemerdekaan RI

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini