Dari jumlah tersebut, Jamal menyebut, hanya 77 unit yang digunakan pengungsi.
Jamal juga mengatakan, banyak Huntap yang mulai rusak dan beberapa bagiannya juga terdampak longsor. Saat musim penghujan seperti ini, para korban merasa was-was dan tak nyaman tinggal di Huntara.
"Kami ini yang di Huntara tinggal 77 KK totalnya ada 220. Selama dua tahun tanah ini kan labil di tambah lagi musim hujan ada yang longsor, di dalamnya ada yang pada rusak," ujarnya sembari memperlihatkan beberapa bagian huntap yang rusak.
Beberapa kali pengungsi sudah mengadukan hal ini pada pihak kecamatan, namun tidak ada satupun kepastian yang mereka berikan.
Baca Juga:Film Kemarin: Kisah Lengkap Perjalanan Seventeen hingga Tragedi Tsunami
Dengan kondisi huntap yang sudah tidak layak, sudah tentu mereka menginginkan bantuan bangunan yang layak untuk ditempati.
"Belum ada kepastian sampai sekarang, kemarin kami diskusi dengan pihak kecamatan dibantu dengan ibu lurah. Itu hanya menjanjikan tahun 2021. Jadi bulannya belum ada kepastian. Padahal kami warga huntara ini segera. Kenapa pengen segara. Karena Huntara di bangun hanya alakadar tidak permanan," ungkapnya.
Dengan ketidakpastian ini, Jamal merasa, pengungsi dianaktirikan oleh Pemkab Pandeglang. Padahal, sebelumnya mereka sudah dijanjikan untuk dibangunkan huntap dalam dua tahun.
"Kan janjinya setelah dua tahun dibangun. Ada apa ini. Kalau kendalanya lahan, kenapa tidak cari ke lahan lain. Ada apa yang di sumber jaya. Apakah ada muatan politik atau apa. Kalau ada muatan politik, ibu Irna kami menangkan di Huntara. Ya merasa dianaktirikan, padahal kami pribadi pendukung ibu Irna,"tegasnya.
Hal senada diungkapkan tokoh masyarakat Huntara, Ranta. Menurutnya, para korban merasa kecewa atas sikap pemerintah yang tak kunjung membangun Huntap. Padahal mereka sama-sama korban tsunami sama seperti korban tsunami lainnya.
Baca Juga:Gempa Bulukumba Tidak Berpotensi Tsunami dan Tidak Ada Tanda Gempa Susulan
"Jelas kami merasa kecewa sebagai korban tsunami di sini. Kami seperti apa kan padahal kami juga anaknya," ucap Ranta yang sehari-hari juga menjadi guru ngaji untuk korban tsunami.