JKN KIS-PBI Dinonaktifkan, Warga Pandeglang Kebingungan

Aryanti menjelaskan, dari empat anggota keluarganya, semuanya mendapatkan KIS- PBI yang diberikan pemerintah. Namun, hanya milik bapaknya yang diketahui tidak aktif.

Chandra Iswinarno
Kamis, 30 Januari 2020 | 19:19 WIB
JKN KIS-PBI Dinonaktifkan, Warga Pandeglang Kebingungan
Ilustrasi Kartu Indonesia Sehat (KIS). [Suara.com/Rahmad Ali]

Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebanyak 64.624 jiwa warga tidak mampu di Kabupaten Pandeglang mulai 1 Januari 2020 tidak lagi mendapat jaminan kesehatan dari BPJS. Lantaran, 53.393 keluarga (KK) yang terdata, dikeluarkan dari peserta JKN-KIS melalui jalur PBI.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang Raden Dewi Setiani mengaku belum banyak mengetahui penonaktifan BPJS-PBI yang dilakukan oleh pihak BPJS. Dugaan sementara, penonaktifan tersebut disebabkan karena adanya nomor induk kependudukan (NIK) ganda.

"Info awal itu akibat dari NIK yang tidak valid, double, jadi ditolak oleh sistem. Memang sudah ada informasi sejak awal dari Dinkes Provinsi Banten," katanya.

"Ada kejadian KK (Kartu Keluarga) yang tidak terdeteksi sebagai peserta, padahal anggota keluarga lainnya statusnya aktif. Alasanya, aplikasi yang memutus langsung dengan dalih NIK tidak valid."

Baca Juga:100 RS Disiapkan, Pengobatan Virus Corona Bisa Ditanggung BPJS?

Terkait penonaktifan tersebut, pihaknya akan menggelar rapat bersama Dinkes Provinsi Banten. Namun menurutnya, dengan penonaktifkan tersebut akan menjadi beban Pemkab Pandeglang.

"Pemda tidak memiliki anggaran besar mengkover kepesertaan. Bebannya masyarakat yang miskin jadi beban Pemda. Karena nilai PAD kita lebih kecil dari daerah lain. Sedangkan masyarakat miskin Pandeglang banyak."

Dewi menyebutkan, KIS-PBI yang dikover APBD Pemkab Pandeglang sebanyak 29 ribu peserta. Pada tahun ini, diharapkan bertambah menjadi 35 ribu, hal itu belum dihitung jumlah yang dikover APBD Pemprov Banten.

Untuk peserta KIS PBI yang dinonaktifkan, Dewi menyarankan, peserta untuk menggunakan SKM terlebih dulu. Walau disarankan menggunakan SKM, hal itu bakal menjadi simalakama, lantaran angggaran untuk bantuan sosial ini hanya Rp 5 juta.

"Beban ini berupa akan membengkaknya dana tak terduga. Penggunaan SKM maksimal Rp 5 juta, sementara kalau ada yang di operasi biayanya lebih dari Rp 5 juta. Sehingga menjadi hutang di RSUD," katanya.

Baca Juga:UGM Perkirakan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan 2020 Bisa Tutup Defisit

Kontributor : Saepulloh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini