Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Rabu, 16 Agustus 2023 | 15:01 WIB
Arsip foto- Presiden Joko Widodo tampak mengenakan pakaian adat Suku Baduy pada Sidang Tahunan MPR RI tahun 2021 dan pidato kenegaraan pada Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-76 Proklamasi Kemerdekaan RI di Gedung Nusantara, MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, pada Senin, (16/8/2021) lalu. (ANTARA/HO-BPMI Setpres/Muchlis Jr./pri.)

SuaraBanten.id - Pakaian adat Suku Baduy di Provinsi Banten dianggap sebagai pakaian adat terbaik yang dikenakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sidang Tahunan MPR RI tahun 2021 dan pidato kenegaraan pada Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-76 Proklamasi Kemerdekaan RI yang digelar di Gedung Nusantara 16 Agustus 2021 lalu.

Hal itu diungkapkan Pengamat mode dari Indonesian Fashion Chamber (IFC) Lisa Fitria. Menurutnya, baju adat terbaik yang Presiden Jokowi kenakan yakni Jamang Samsang yang merupakan pakaian adat Suku Baduy.

Pakaian adat suku Baduy luar yang didominasi warna hitam yang dikenakan Presiden Jokowi saat itu merupakan pakaian masyarakat adat di kaki Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, Jawa Barat.

"Pada waktu pandemi, memilih busana Baduy menurutku cerdas sekali, bahwa 'Yuk kita memang lagi berduka, kita harus kembali lagi ke alam'," kata Lisa dikutip dari dari ANTARA, Rabu (16/8/2023).

Baca Juga: 2 Kobong di Cimarga Lebak Hangus Terbakar, Diduga Akibat Korsleting Listrik

Pakaian adat Suku Baduy itu dikenakan Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR Tahun 2021. Saat itu, Indonesia dan dunia masih berada dalam kondisi pandemi Covid-19.

"Aku paling berkesan waktu pandemi COVID-19, beliau memutuskan untuk memakai baju adat Baduy. Itu benar-benar unpredictable karena biasanya adat di pelosok negeri penuh dengan kemewahan atau glamoritas yang menonjolkan daerahnya masing-masing," ungkap Lisa.

Kata Lisa, dirinya menangkap kesan sederhana dan harapan Presiden Jokowi agar masyarakat mencontoh masyarakat Baduy yang menghargai alam dan budayanya.

Menurut Lisa, masyarakat suku Baduy terutama Baduy dalam sangat lekat dengan alam dan tidak ingin menerapkan budaya luar dalam kehidupannya. Hal tersebut sekaligus mengingatkan masyarakat untuk kembali ke alam dan prihatin dengan kondisi pandemi.

Presiden Jokowi juga tampaknya menginginkan masyarakat kembali mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menghidupkan sisi spiritual yang mungkin sedikit terpinggirkan di masa setahun pandemi Covid-19.

Baca Juga: PAN Banten Usung Erick Thohir Dampingi Prabowo Subianto, Syafrudin: Dia Dikenal Masyarakat Banten

Sementara, Lisa juga menyebut kesan sederhana juga ikonik terlihat saat Presiden mengenakan busana adat Tanimbar asal Provinsi Maluku dalam Sidang Tahunan MPR tahun ini.

"Yang langsung terlihat, walaupun simpel tetapi memang ikonik karena baju adat Tanimbar ini secara keseluruhan memang lumayan heboh kalau lihat secara utuh. Hanya bapak tidak memakai secara utuh, tidak keseluruhan pakaian adat," papar Lisa.

Presiden Jokowi tampak mengenakan celana panjang hitam sebagai bawahan, untuk atasannya berupa kemeja putih panjang dengan selendang berupa kain tenun.

Penampilan Presiden Jokowi juga dilengkapi dengan kalung berwarna emas, kain penutup kepala berhiaskan bulu burung Cenderawasih yang dikeringkan serta kain tenun yang diikat di pinggang.

"Yang dipakai bapak adalah statement beliau sebagai seorang pemimpin yang berani, pahlawan dan prajurit yang melambangkan kebesaran beliau," ujar Lisa.

Lisa juga membahas pesan tentang sikap hati-hati melalui pemilihan motif kain tenun dengan ciri khas anak panah tunggal dan kembar.

Bagi masyarakat Tanimbar, motif yang disebut Tunis ini mengibaratkan kesiapan mental masyarakat yang selalu berhati-hati dalam setiap hal.

Jika dikaitkan dengan situasi di Indonesia saat ini, lanjut Lisa, makna berhati-hati dari ancaman ini ditonjolkan mengingat kemungkinan adanya isu-isu yang ditebarkan pihak-pihak tak bertanggung jawab menjelang masa Pemilu pada tahun 2024 dan untuk itu Presiden ingin mengingatkan masyarakat agar bersikap hati-hati.

Tak hanya motif anak panah tunggal dan kembar, Presiden Jokowi juga memilih motif bunga anggrek pada bagian selendang kain yang dikenakan Presiden. Motif ini melambangkan keindahan, keuletan dan keagungan.

Namun, jika dibandingkan dengan tahun lalu kesannya akan berbeda, Presiden Jokowi memilih menggunakan baju adat Paksian asal Provinsi Bangka Belitung saat menyampaikan pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR 2022.

Saat itu, Presiden Jokowi mengenakan jubah panjang sebatas betis warna hijau tosca dengan ornamen bermotif pucuk rebung pada bagian sisi pinggir, ditambah selendang berwarna senada dengan baju dan celana.

Motif pucuk rebung melambangkan kerukunan, sementara warna hijau mengandung filosofi kesejukan, harapan, dan pertumbuhan.

Lisa menjelaskan, Presiden Jokowi melalui busana adat yang dikenakannya ingin menyampaikan pesan optimisme pada masyarakat terutama melalui pemilihan warna hijau untuk busana yang dikenakan.

Warna tosca dapat juga melambangkan laut. Indonesia dengan banyaknya pulau identik dengan kesuburan dan kemakmuran sehingga mungkin inilah alasan Presiden memilih warna hijau.

Sementara pada bagian kepala, Presiden mengenakan tutup kepala atau sungkon berwarna seperti khaki. Warna yang masih satu turunan dengan warna gold itu melambangkan kemakmuran dan kekayaan. Warna gold diwakili sarung tenun yang dipadukan warna merah yang dikenakan Presiden Jokowi di balik jubahnya.

Melalui baju Paksian yang menggabungkan kebudayaan Arab, Melayu dan Tionghoa, Presiden membawa pesan persatuan. Masyarakat Indonesia yang akan menghadapi tahun politik dua tahun mendatang, diharapkan dapat terus hidup damai dan bersatu.

Namun, apapun yang Presiden kenakan dalam Sidang Tahunan MPR setidaknya dalam tiga tahun terakhir, Lisa meyakini Presiden ingin mengingatkan masyarakat Indonesia tentang semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika.

Bhinneka Tunggal Ika bisa diartikan sebagai walau berbeda-beda tetapi tetap satu dan menggambarkan kepribadian bangsa Indonesia dengan beragam perbedaan, mulai dari suku, agama, ras, hingga adat. (Antara)

Kontributor: Yandi Sofyan

Load More