Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Senin, 26 April 2021 | 17:35 WIB
Kawasan kraton kaibon, Banten Lama [Suara.com/Adi Mulyadi]

SuaraBanten.id - Tahun 1832 Sultan Safiudin anak dari Ratu Asyiah sekaligus Sultan terakhir Banten diasingkan Belanda ke Surabaya, karena dianggap jadi biang kerok mengganggu pemerintahan Belanda.

Kraton Kaibon, salah satu saksi bisu adanya Sultan Syafiudin. Kraton Kaibon saat ini menjadi salah satu situs bersejarah yang ada di Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

Masyarakat yang hendak mengunjungi cukup mudah, sekitar 20 menit perjalanan dari pusat Pemerintahan Kota Serang. Sebelum masuk ke pertigaan menuju Maulana Hasanudin Banten.

Kraton Kaibon, didirikan sebagai bentuk penghormatan Belanda kepada Kesultanan Banten, namun politik Belanda yang licik kala itu malah menghancurkan Keraton Surosowan pada tahun 1809, Ratu Asyiah dan anaknya Sultan Syafiudin akhirnya dipindahkan oleh Belanda ke Kraton Kaibon. Hal itu dilakukan Belanda untuk meredam gejolak di masyarakat Banten.

Baca Juga: Ngendorse Baju, Nissa Sabyan Malah Dihujat Netizen

Sejarawan Banten yang bertugas di Kepurbakalaan, Mulangkara menceritakan, Keraton Kaibon adalah rumah dari Ratu Asyiah dan anaknya Sultan Syafiudin. 

"Ini kediaman ibu Ratu Asyiah ibu dari Sultan Syafiudin, sultan terakhir Banten. Dipindahkannya kesini setelah penghancuran Surosowan oleh Dendes," katanya ditemui SuaraBanten.id, Senin (26/4/2021).

Selain untuk kediaman Ratu Asyiah dan anaknya Sultan Syafiudin, Keraton Kaibon juga digunakan untuk pusat pemerintahan Ratu Asyiah yang kala itu mengendalikan Banten.

"Saat itu Sultan Syafiudin baru berusia 5 tahunan. Pemerintahan juga pindah kesini ke Kedaton Kaibon mulai 1809 sampai 1813, meskipun Dendes sendiri atau Belanda berada dalam tekanan Napoleon Prancis," ujar Mulangkara.

Dijelaskan Mulangkara, saat anak dari Ratu Asyiah sudah mulai dewasa sekitar usia kurang lebih 29 tahun Keraton Kaibon di bongkar oleh Van Den Bosch Belanda, dengan alasan Kesultanan dianggap tidak bisa kerjasama.

Baca Juga: Rans Cilegon FC Belum Punya Stadion, Mungkin Akan Bermarkas di Jakarta

"Nah Ratu Asyiah saat itu menikah dengan Bupati Caringin, sementara anaknya Sultan Syafiudin ditangkap oleh Belanda dan di buang ke Surabaya, beliau sampe wafat di Surabaya," terangnya.

Saat ini Keraton Kaibon menjadi salah satu situs peninggalan sejarah yang sangat berharga bagi Provinsi Banten. Masyarakat yang ingin mengetahui dan banyak yang berkunjung ke situs tersebut.

"Alhamdullilah, karena ini bersejarah dan kami menata. Banyak masyarakat yang berkunjung kesini, baik dari luar daerah ataupun dari wilayah Banten sendiri," katanya.

Setiap harinya masyarakat yang berkunjung ke Keraton Kaibon lebih dari 1000 pengunjung, namun hal itu tidak tumpah sekaligus melainkan bertahap. 

"Sekarang pada saat pandemi pun saya rasa tidak berubah pengunjung yang datang kesini, atau hanya sekedar swafoto atau buat duduk-duduk dan ngobrol," katanya.

Dijelaskan Mulangkara, masyarakat yang berkunjung ke Keraton Kaibon jangan khawatir dipungut biaya, sampai dengan saat ini pihaknya masih menggratiskan pengunjung.

"Kami paling minta parkir, itupun seihklasnya engga kami tarif dan engga ada juga karcis parkir atau tiket, jadi ya silahkan kalau masyarakat mau berkunjung, ini kan peninggalan sejarah," tandasnya.

Kontributor : Adi Mulyadi

Load More