Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Rabu, 07 April 2021 | 08:52 WIB
Gubernur Banten Wahidin Halim (BantenHits.com)

SuaraBanten.id - Gubernur Banten Wahidin Halim memperketat status zonasi penularan Covid-19 di tingkat RT. Pengetatan tersebut dilakukan bersamaan dengan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro 6-19 April 2021 mendatang.

Perpanjangan PPKM berbasis mikro tersebut diatur dalam Intruksi Gubernur Banten nomor 7/2021 tentang perpanjangan PPKM berbasis mikro dan mengoptimalkan posko penanganan Covid-19 di Desa dan Kelurahan.

Intruksi Gubernur Banten itu dikeluarkan menindaklanjuti Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 7 Tahun 2021 tentang perpanjangan PPKM berbasis mikro dan mengoptimalkan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan untuk pengendalian penyebaran virus asal Tiongkok tersebut.

Dalam Intruksi Gubernur itu, WH meminta bupati/walikota mengatur PPKM berbasis mikro hingga tingkat RT dan RW yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19. Dimana pada PPKM kali ini, kriteria zonasi di tingkat RT lebih diperketat.

Baca Juga: Sandiaga Uno: Pelarangan Mudik Buat Wisata di Banten Bakal Membludak

Zona Hijau
Zona hijau dengan kriteria tidak ada kasus Covid-19 di satu RT, maka skenario pengendalian dilakukan dengan surveilans aktif.

"Dimana seluruh suspek dites dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala,” jelas WH, Selasa (6/4/2021).

Zona Kuning
Untuk zona kuning, lanjut WH, dengan kriteria jika terdapat satu hingga dua rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.

Untuk skenario pengendaliannya, dengan menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat.

Sebelumnya, Zona kuning dengan kriteria jika terdapat satu hingga lima rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.

Baca Juga: Dear ASN: Nekat Mudik Gubernur Banten WH Ancam Turunkan Pangkat

Zona Oranye
Zona Oranye dengan kriteria jika terdapat tiga sampai dengan lima rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri.

“Untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial,” jelas WH.

Diketahui sbelumnya, zona oranye dengan kriteria jika terdapat enam hingga 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.

Zona Merah
Sementara, Zona Merah dengan kriteria jika terdapat lebih dari lima rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir. Sebelumnya, zona merah dengan kriteria jika terdapat lebih dari 10 rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama tujuh hari terakhir.

Adapun skenario pengendalian adalah pemberlakuan PPKM tingkat RT yang mencakup menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat; melakukan isolasi mandiri atau terpusat dengan pengawasan ketat, menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial.

Melarang kerumuman lebih dari tiga orang, membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga Pukul 20.00 WIB dan meniadakan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan.

Menurut WH, PPKM mikro dilakukan melalui koordinasi antara seluruh unsur yang terlibat, mulai dari ketua RT/RW, Kepala Desa/Lurah, Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).

Selain itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Pos Pelayanan Keluarga Berencana Kesehatan Terpadu (Posyandu), Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda, Penyuluh, Pendamping, Tenaga Kesehatan, dan Karang Taruna serta relawan lainnya.

Adapun Mekanisme koordinasi, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PPKM Mikro dilakukan dengan membentuk Posko tingkat Desa dan Kelurahan bagi wilayah yang belum membentuk Posko dan terhadap wilayah yang telah membentuk Posko dimaksud agar lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya.

“Untuk supervisi dan pelaporan Posko tingkat Desa dan Kelurahan membentuk Posko Kecamatan. Bagi wilayah yang belum membentuk Posko Kecamatan dan terhadap wilayah yang telah membentuk Posko Kecamatan agar lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya,” ujarnya.

Adapun pelaksanaannya, khusus untuk Posko tingkat Desa dapat menetapkan atau melakukan perubahan regulasi dalam bentuk Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa.

Adapun lokasi atau tempat yang menjadi Posko penanganan Covid-19 di tingkat Desa dan Kelurahan yang memiliki empat fungsi, yaitu pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung pelaksanaan penanganan Covid-19 di tingkat Desa dan Kelurahan.

Dalam melaksanakan hal tersebut, Posko tingkat Desa atau Kelurahan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan disampaikan kepada Satgas Covid-19 Nasional, Provinsi Banten, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri.

Dalam Ingub tersebut juga disebutkan, kebutuhan pembiayaan dalam pelaksanaan Posko tingkat Desa dan Kelurahan dibebankan pada anggaran masing-masing unsur Pemerintah sesuai dengan pokok kebutuhan.

Kebutuhan di tingkat Desa dibebankan pada Dana Desa dan dapat didukung dari sumber pendapatan desa lainnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), kebutuhan di tingkat Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota.

Sementara kebutuhan terkait Babinsa/Bhabinkamtibmas dibebankan kepada Anggaran TNI/POLRI, kebutuhan terkait penguatan testing, tracing dan treatment dibebankan kepada Anggaran Kementerian Kesehatan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana, APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Untuk kebutuhan terkait dengan bantuan kebutuhan hidup dasar dibebankan kepada Anggaran Badan Urusan Logistik (BULOG)/Kementerian BUMN, Kementerian Sosial, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan serta APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dalam instruksinya, WH juga memerintahkan bahwa, posko tingkat Desa diketuai oleh Kepala Desa yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Aparat Desa dan Mitra Desa Iainnya dan Posko tingkat Kelurahan diketuai oleh Lurah yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Aparat Kelurahan, dan kepada masing-masing Posko baik Posko tingkat Desa maupun Posko tingkat Kelurahan juga dibantu oleh Satlinmas, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan Tokoh Masyarakat.

PPKM Mikro tersebut, dilakukan bersamaan dengan PPKM Kabupaten/Kota, yaitu membatasi tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 50 persen dan Work from Office (WFO) sebesar 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat, melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring (dalam jaringan).

Untuk sektor esensial seperti, kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100 persen dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Selain itu, melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran makan/minum di tempat sebesar 50 persen dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat; dan pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall sampai dengan Pukul 21.00 dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

Dalam PPKM ini, Gubernur mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat; mengizinkan tempat ibadah untuk dilaksanakan dengan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

Kegiatan fasilitas umum dapat dibuka dengan pembatasan kapasitas maksimal 50 persen yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada); kegiatan seni, sosial dan budaya yang dapat menimbulkan kerumunan diizinkan dibuka maksimal 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat, dan dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum.

Cakupan pengaturan pemberlakuan pembatasan dilaksanakan apabila Kabupaten/Kota memenuhi unsur tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional; tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional; tingkat kasus aktif di atas rata-rata tingkat kasus aktif nasional; tingkat keterisian tempat tidur Rumah Sakit (Bed Occupancy Ratio/BOR) untuk Intensive Care Unit (ICU) dan ruang isolasi di atas 70 persen, dan positivity rate (proporsi tes positif) di atas 5 persen.

Selain pengaturan PPKM Mikro, agar Pemerintah Kabupaten/Kota sampai dengan Pemerintah Desa maupun Kelurahan lebih mengintensifkan disiplin protokol kesehatan dan upaya penanganan kesehatan (membagikan masker dan menggunakan masker yang baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak dan menghindari kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan)

Disamping itu memperkuat kemampuan tracking, sistem dan manajemen tracing, perbaikan treatment termasuk meningkatkan fasilitas kesehatan (tempat tidur, ruang ICU, maupun tempat isolasi/karantina), koordinasi antar daerah yang berdekatan melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) untuk redistribusi pasien dan tenaga kesehatan sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Dalam Instruksi Gubernur tersebut juga disebutkan, bahwa penyediaan anggaran untuk pelaksanaan kebijakan PPKM Mikro dapat dilaksanakan melalui perubahan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2021 dan dilaporkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.

Load More