SuaraBanten.id - Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito membenarkan bahwa virus corona penyebab sakit Covid-19 telah mengalami mutasi. Ia juga menjelaskan bagaimana mutasi terjadi secara alami dan acak, dipengaruhi oleh lingkungan.
Hasilnya, mutasi membuat virus makin fit atau menyesuaikan dengan lingkungan.
"Kalau virus bermutasi jadi lemah maka dia akan tereliminasi. Kalau mutasi menyebabkan lebih cocok virus itu dengan lingkungan, maka dia (virus) akan survive. Itu salah satu upaya virus untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan," jelas Wiku beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, mutasi bukan berarti membuat virus makin ganas, hanya saja virus semakin kenal 'lingkungannya' termasuk lingkungan (tubuh) manusia yang diinfeksi.
Dalam acara serupa, Guru besar Ilmu Mikrobiologi Prof. dr. Amin Subandrio. Ph.D, Sp. MK., mengatakan bahwa mutasi memang bisa menimbulkan masalah. Namun dengan mutasi, hal itu juga bisa mempermudah dalam proses identifikasi asal virus.
"Kita juga jadi bisa pelajari pola mutasi yang ada. Dari yang sudah di submit ke Gisaid, kita bisa mengetahui virus yang bersikulasi di Indonesia pola mutasinya masih dekat dengan yang di Wuhan, yang pertama kali ditemukan, Desember 2019. Tapi berbeda secara jelas dari pola mutasi yang ada di Eropa, Afrika, dan Amerika," tuturnya.
"Jadi pola mutasi itu juga semua bergantung dari molekuler epidemiologi. Kita bisa atur bagaimana mengendalikannya," tambah prof. Amin.
Senada dengan Wiku, Prof Amin juga menyatakan bahwa cara virus mempertahankan dirinya sangat berpengaruh dengan lingkungan, termasuk kondisi kesehatan orang yang terinfeksi.
Menurutnya, jika ada usia atau genetik tertentu yang lebih rentan terhadap virus maka mutasi akan lebih mudah terjadi. Sebaliknya, virus tidak akan bisa bermutasi jika imunitas orang yang terinfeksi lebih kuat.
Baca Juga: Apakah Warga yang Tolak Vaksin Covid-19 Akan Disanksi? Begini Penjelasannya
"Jadi virus yang bisa lolos dari orang-orang bisa kebal adalah virus yang kuat. Jadi dengan pelajari pola resistensi virus dan juga pelajari latar belakang genetik terutama Indinesia, bisa diketahui orang-orang mana dengan genetik, etnis mana saja yang lebih rentan terinfeksi," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
Terkini
-
Sinergi BRI, Pegadaian, dan PNM Dorong Akses Permodalan Mikro Lebih Mudah dan Inklusif
-
Jaksa Gadungan Beraksi Lagi! Mantan Pegawai Dipecat Kejaksaan Curi Rp310 Juta dan Bawa Revolver
-
Jadi Magnet Baru: Begini Penampakan Masjid Al Ikhlas, Arsitektur Lingkaran dan Kubah Raksasa
-
BRI Perkuat UMKM Lewat Ribuan Program Pemberdayaan dan Torehkan Kinerja Keuangan Positif
-
AgenBRILink Jangkau 80% Desa Indonesia, Perkuat Inklusi Keuangan dan Ekonomi Kerakyatan