SuaraBanten.id - Pengadilan Agama (PA) mencatat, sepanjang tahun 2020, ada 3.304 pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten dan Kota Serang bercerai. Angka itu melonjak dibanding dengan dengan tahun 2019 yang berkisar 3.000 saja.
Panitera Pengadilan Agama Serang, H. Baehaki mengatakan, peningkatan jumlah kasus perceraian terjadi akibat bertambahnya jumlah populasi penduduk yang ada di Serang.
Selain itu, mewabahnya pandemi Covid-19, menurutnya turut mempengaruhi lonjakan perceraian.
"Perkara perceraian itu hingga tanggal 14 ini mencapai 3.304. Kemudian perkara isbat nikah dan lain-lain sudah hampir 2.489. Artinya perkara kita sudah 5.793. Tapi kemungkinan akan bertambah hingga nanti kita tutup untuk perkara 2020 ini di tanggal 24 Desember nanti," ucap Baehaki saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (14/12/2020) sore.
Ia berpendapat, persoalan ekonomi masih menjadi penyebab tertinggi terjadinya perceraian. Terlebih bagi pasangan dengan umur rataan sekitar 30 tahunan, atau pasangan baru.
"Faktanya di rata-rata usia 30 tahunan, karena baru menikah, belum lama, baru punya anak satu biasanya. Jadi emosinya masih tinggi. Ekonomi (alasannya) terus diambil kesimpulan kurang tepat," ujarnya.
Sementara, meski mempengaruhi, wabah Covid-19 hanya berdampak kecil terhadap peningkatan perceraian. Baehaki mengatakan, pada awal tahun pihaknya menerima sekitar 200 kasus perceraian.
Namun, pada rentang bulan Mei hingga Desember justru angkanya naik hingga mencapai di angka 300 kasus.
"Di bulan Mei itu ada peningkatan, dibanding bulan sebelumnya. Itu sekitar 360-an kasus," ujarnya.
Baca Juga: IGD RSUD Bantul Ditutup, Ternyata 3 Nakes Positif Covid-19
Dari dua wilayah yang ditangani Pengadilan Agama Serang, diakui Baehaki, Kabupaten Serang memiliki kasus perceraian yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Serang.
Penyebabnya tak lain karena jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Serang jauh lebih banyak dibandingkan Kota Serang.
Ia juga menilai, pihak perempuan masih menjadi pihak yang paling sering melayangkan gugatan cerai. Presentasenya mencapai 80 persen dibandingkan dengan pihak penggugat dari pihak laki-laki.
Pihaknya juga selalu berupaya memediasi kedua belah pihak yang akan mengajukan perceraian. Meski demikian, angka presentasi untuk rujuk kembali masih terbilang kecil.
"Presentase rujuk itu kecil, tapi ada. Karena kebanyakan hanya dihadiri satu pihak biasanya, oleh pihak penggugat. Dan mungkin karena masalahnya sudah di ubun-ubun juga, sehingga proses rujuk itu agak sulit dilakukan," jelasnya.
Ia berharap, ke depan pemerintah melakukan upaya-upaya untuk menekan angka perceraian yang masih terbilang tinggi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Pengamat Pendidikan Sebut Keputusan Gubernur Banten Nonaktifkan Kepsek SMAN 1 Cimarga 'Blunder'
- Biodata dan Pendidikan Gubernur Banten: Nonaktifkan Kepsek SMA 1 Cimarga usai Pukul Siswa Perokok
- 6 Shio Paling Beruntung Kamis 16 Oktober 2025, Kamu Termasuk?
Pilihan
-
Prabowo Mau Beli Jet Tempur China Senilai Rp148 Triliun, Purbaya Langsung ACC!
-
Menkeu Purbaya Mulai Tarik Pungutan Ekspor Biji Kakao 7,5 Persen
-
4 Rekomendasi HP 2 Jutaan Layar AMOLED yang Tetap Jelas di Bawah Terik Matahari
-
Patrick Kluivert Bongkar Cerita Makan Malam Terakhir Bersama Sebelum Dipecat
-
Dear PSSI! Ini 3 Pelatih Keturunan Indonesia yang Bisa Gantikan Patrick Kluivert
Terkini
-
9 Tersangka Penyekapan Tangsel Ditangkap: Benarkah Oknum Polisi Terlibat?
-
Masyarakat Makin Mudah Berinvestasi, BRI Group Hadirkan Super App Emas Digital
-
Blacklist Lulusan Gegerkan SMAN 1 Cimarga, Sikap Kepala Sekolah Dini Fitria Mengejutkan
-
Kejari Tangkap 'Otak' Kerugian 8 Miliar Angkasa Pura Kargo
-
Program Jaksa Garda Desa Dorong Pemerataan Ekonomi Lewat Koperasi Merah Putih di Tangerang