SuaraBanten.id - Stres saat pandemi dikatakan pakar bisa diredakan dengan menangis. Apa maksudnya?
Seorang peneliti sekaligus ‘guru air mata’ bernama Hidefumi Yoshida dari Jepang mendorong setiap orang untuk meneteskan air mata sesekali.
Menurut Hidefumi Yoshida, menangis adalah cara untuk menghilangkan stres saat pandemi dan menjalani hidup yang lebih bahagia.
Seperti dilansir Odditycentral, Kamis (15/10/2020), orang Jepang termasuk yang paling kecil kemungkinannya dari semua negara untuk menangis, dan beberapa akan mengatakan bahwa ada stigma buruk seputar tangisan di negara Asia.
Menurut Yoshida, awalnya orang Jepang memiliki kecenderungan untuk mudah menangis, tetapi itu semua berubah ke titik di mana anak-anak dan orang dewasa sama-sama tidak dianjurkan untuk menangis dan mereka akhirnya menjadi tertutup.
Yoshida telah mencoba mengubah persepsi ini, dengan mendidik orang tentang manfaat menangis sebagai cara untuk bersantai dan melawan stres.
Dia mengklaim telah membantu lebih dari 50.000 orang meneteskan air mata selama tujuh setengah tahun terakhir.
"Bila kamu menangis seminggu sekali, kamu bisa menjalani kehidupan yang bebas stres, tindakan menangis lebih efektif dari pada tertawa atau tidur dalam mengurangi stres," ujar dia.
Lelaki berusia 45 tahun itu menjelaskan menangis membawa manfaat besar bagi kesehatan mental seseorang, dengan merangsang aktivitas saraf parasimpatis, yang memperlambat detak jantung serta memiliki efek menenangkan pikiran.
Baca Juga: Milenial disebut Generasi Kelelahan, Begini 4 Faktor Penyebabnya
Kata Yoshida, semakin keras menangis, maka semakin baik perasaan seseorang tersebut. Jenis air mata yang ditumpahkan juga penting.
Air mata terbaik ialah yang disebabkan oleh pengalaman emosional singkat, seperti menonton drama atau film romantis, membaca buku yang menarik, atau mendengarkan lagu.
Namun, memang dia menerangkan bahwa tangisan yang disebabkan oleh kesedihan sangatlah berbeda dengan tangisan kebahagiaan.
Dan bila seseorang memaksakan kesedihan, maka pula akan mendapat efek negatif.
Yoshida sudah menjadi guru air mata selama delapan tahun terakhir.
Namun, pada 2015 hal yang ia lakukan mulai populer, tepatnya sejak Jepang memiliki program wajib pemeriksaan stres untuk perusahaan.
Berita Terkait
-
Cerita Ruangkan: Oase di Tengah Hustle Culture Bagi Para Pekerja Kreatif
-
Saat Bendera Putih Berkibar di Aceh, Peneliti UGM Kritik Pemerintah Tak Belajar Hadapi Bencana
-
Saat Gen Z Jogja Melawan Stres dengan Merangkai 'Mini Hutan'
-
Cerita Ruangkan, Solusi dari Bayang-Bayang Burnout dalam Hustle Culture
-
Riset di Indonesia Tak Terserap Industri, Ini Sebab Utamanya Menurut Prof. Amin Soebandrio
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
Terkini
-
Ulama Lebak Desak Andra Soni Tutup Tambang Galian C: Sudah Banyak Korban Jiwa
-
9 Tahun di Cilegon Tewas Ditusuk, Polisi Periksa 8 Saksi dan Sisir CCTV
-
Serang Dikepung Bencana Malam Ini: Banjir Rendam Cinangka, Longsor Putus Jalan di Bojonegara
-
4 Spot Wisata Alam Hidden Gem di Tangsel untuk Libur Akhir Tahun
-
Warga Ciledug dan Sekitarnya Harap Waspada! 3 Kecamatan Ini Masuk Zona Merah Banjir