Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 31 Desember 2019 | 14:09 WIB
Seorang pedagang ikan TPI 3 Labuan Apriani. [Suara.com/Saepulloh]

SuaraBanten.id - Jelang malam pergantian tahun, pedagang ikan di Tempat Pelangan Ikan (TPI) 3 Labuan Kabupaten Pandeglang harus menelan kerugian besar karena sepi pembeli.

Kondisi tersebut jauh dari kondisi tahun-tahun sebelum bencana Tsunami Banten melanda pesisir Pandeglang pada 2018 lalu. Akibatnya, pedagang harus mengalami kerugian hingga belasan juta rupiah.

Seorang pedagang ikan TPI 3 Labuan Apriani (27) mengeluhkan penjual ikan jelang tahun baru sepi pembeli. Ia menduga pembeli yang biasanya merupakan wisatawan, masih takut berlibur ke pesisir pantai di Kawasan Labuan dan Carita.

"Menjelang tahun baru ini pembeli sangat sepi, antusiasme masyarakat untuk bakar-bakar ikan sepi. Tidak seperti tahun-tahun sebelum tsunami," katanya saat ditemui di TPI 3 Labuan pada Selasa (31/12/2019).

Baca Juga: Jelang Tahun Baru, Kondisi Daerah Wisata di Anyer dan Carita Aman

Belum pulih trauma bencana tsunami tahun lalu, kekinian Gunung Anak Krakatau yang kembali aktif kembali membayangi wisatawan yang akan menghabiskan malam pergantian tahun di kawasan tersebut. Kondisi tersebut berdampak terhadap penjualan ikan.

"Mungkin karena banyak yang takut karena kemarin ada kabar bahwa gunung anak Krakatau kembali erupsi lagi. Jadi mungkin wisatawan takut datang ke Pandeglang. Sehingga penjual ikan secara global di di sini juga berkurang," katanya.

Awalnya, dia berharap tahun baru setahun setelah tsunami, para pembeli ikan kembali ramai. Namun hal itu tidak sesuai dengan harapan. Padahal jauh-jauh hari para pedagang sudah menyetok ikan dengan jumlah besar.

"Padahal para pedagang sudah menyiapkan stok ikan dua minggu lalu untuk persiapan tahun baru. Sehingga banyak ikan yang tidak terjual akhirnya terbengkalai," ucapnya.

Melimpahnya ikan yang masuk ke TPI 3 Labuan, selain hasil tangkapan nelayan setempat, termasuk juga kiriman daerah luar, seperti Lampung, Jakarta, Panimbang dan Binuangeun.

Baca Juga: Setahun Usai Tsunami, Umat Kristen di Carita Sambut Suka Cita Rayakan Natal

"Padahal stok ikan sudah banyak. Ada yang dari sini ada yang dari luar. Yang di luar itu dari Lampung. Ada yang dari Jakarta juga ada. Panimbang dan Binuangeun masuk ke Labuan,"terangnya.

Ikan yang tak habis terjual para pedagang berusaha untuk di masuk ke pendingin, karena ikan yang mereka beli dari pelelangan tidak bisa jual ke luar daerah. Ia menyebutkan, kerugian yang dialaminya jelang tahun baru ini diperkirakan mencapai Rp 10 juta - Rp15 juta.

"Karena stok ikan banyak tapi tidak terjual. Kota aja masuknya ke Labuan. Dari daerah gak mungkin jual ke kota. Tadi pagi aja dua ton ikan dari nelayan sini saja. Belum lagi dari daerah lain. Karena pembeli sepi mau tidak mau kita stok," kata pria yang akrab disapa Momo.

"Kerugian kita ini sangat besar, estimasi ya kerugian dari 10-15 juta per pedagang. Itu untuk satu pedagang, bagaimana kalau ditotal semua pedagang yang jumlahnya mencapai kurang lebih 200 pedagang ikan," katanya.

Pengelola Restoran pun Merugi

Pengelola Rumah Makan Lancar di Jalan Raya Caringin Kecamatan Labuan, Akew. [Suara.com/Saepulloh]

Senasib dengan pedagang ikan di TPI 3 Labuan, pil pahit juga dirasakan pengelola restoran yang berada di kawasan Labuan. Alih-alih mendapat untung, mereka malah dibayangi-bayangi kerugian.

Seperti dirasakan Pengelola Rumah Makan Lancar Akew. Rumah makan yang berlokasi di Jalan Raya Caringin KM 3 Carita, Desa Penjamben Kecamatan Labuan hingga kini masih sepi pembeli.

"Sangat juah untuk meningkatkan para pembeli karena sepinya pengunjung ke wisata kuliner dan wisata pantai," katanya kepada Suara.com.

Setahun pasca tsunami Banten pada 22 Desember 2018 lalu, kondisinya tak sesuai ekspektasi Akew. Sebab, ia berharap tahun ini jumlah pengunjung kembali normal, nyatanya hal itu seperti bak panggang jauh dari api.

"Setelah merasakan duka (bencana tsunami), awalnya kita berharap membuat kembar baru. Tapi ya begini,"terangnya.

Akew menceritakan, tingkat pembeli dua tahun lalu atau setahun sebelumnya tsunami. Ia merasakan banyaknya pembeli maupun pesanan dari hotel-hotel yang berada di Carita hingga Anyer mulai dari ikan bakar, maupun ikan mentah serta otak-otak. Stok ikan pun mencapai belasan kwintal.

"Kalau gambaran sebelum bencana, kita bicara tahun 2017 saja. Karena 2018 itu kan bencana. Kita merasa pengunjung terutama pesanan untuk dibawa oleh-oleh, untuk makan di situ, untuk bakar-bakar di hotel terutama otak-otak, itu kita kirim ke hotel-hotel yang ada di Carita sampai Anyer lumayan tinggi," katanya.

Hal berkebalikan terjadi di tahun ini. Ia mengatakan, berdasarkan data yang masuk ke manajemen, pesanan dari hotel-hotel baik otak-otak dan ikan bakar untuk para tamu nyaris tak ada.

"Pesanan di hotel yang masuk ke pihak manajemen tidak ada," ujarnya.

Awalnya Akew merasa gembira saat liburan Natal selama dua hari kemarin, lantaran jumlah pembelian cukup banyak. Kala itu, dia mengaku optimis jika pengunjung mulai berdatangan ke wilayah Carita. Sayangnya, setelah Gunung Anak Krakatau erupsi, pengunjung kembali sepi.

Rasa pesimis pun menghinggapinya di tahun baru kali ini. Lantaran tidak banyak wisatawan berkunjung ke wilayah Carita dan sekitarnya, Karena itulah, ia memilih tidak banyak mencadangkan ikan. Ia menyebutkan, saat ramai ikan yang terjual itu mencapai kuintal bahkan lebih, sementara saat ini paling banyak sekitar 50 kilogram berbagai macam ikan.

"Paling kita siap-siap menghadapi kesepian saat liburan tahun baru," ungkap Akew kembali mengeluh.

Dengan kondisi tersebut, rumah makan ini terancam merugi, selain sudah menyetok barang datang, termasuk menambah jumlah karyawan. Dengan demikian, ia berharap kepada pemerintah daerah untuk memberikan keringanan soal pajak.

"Kalau kerugian kita udah pasti. Karena kita sudah stok barang. Mungkin pekerja juga kita tambah untuk Natal dan tahun baru. Tapi nyatanya pengunjung tidak ada," katanya.

Kontributor : Saepulloh

Load More