Tentunya tindakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan pelaku dapat diancam kurungan 2 tahun penjara dan denda sebesar 2 miliar rupiah.
Daging Celeng Tersebut kemudian berada di bawah pengawasan Karantina Banten untuk penanganan lebih lanjut.
Diketahui, Celeng merupakan nama lokal untuk babi hutan (Sus scrofa), hewan liar yang sering ditemukan di kawasan hutan, pegunungan, dan lahan pertanian.
Secara fisik, celeng memiliki tubuh lebih kekar, bulu lebih tebal dan gelap, serta taring yang menonjol—berbeda dengan babi ternak yang telah melalui proses domestikasi dan memiliki tubuh lebih gemuk, warna kulit cerah, dan jinak.
Baca Juga:2 Kurir Sabu Diamankan di Pelabuhan Merak, 28 Paket Disita Polisi
Celeng memiliki pola makan omnivora dan tidak terkontrol—mereka memakan akar, bangkai, kotoran, hingga sampah, sehingga sangat rentan membawa parasit dan penyakit berbahaya seperti cacing pita (Taenia solium), leptospirosis, dan virus hepatitis E.
Inilah yang membuat daging celeng berisiko tinggi jika dikonsumsi manusia, terutama tanpa proses pemasakan yang benar.
Berbeda dengan babi ternak yang diternakkan secara higienis dan diberi pakan terkontrol, celeng hidup liar tanpa pengawasan kesehatan.
Mengonsumsi dagingnya bisa menimbulkan infeksi serius yang mengganggu pencernaan, hati, bahkan sistem saraf.
Karena alasan itulah, konsumsi daging celeng sangat tidak disarankan dari sisi medis maupun kesehatan masyarakat.
Baca Juga:Dua Pemudik Pejalan Kaki di Pelabuhan Merak Jatuh dari Jembatan Penghubung ke Kapal
Selain risikonya besar, perburuan celeng yang tidak dikendalikan juga bisa mengganggu keseimbangan ekosistem hutan.
- 1
- 2