Curhat Warga Langganan Banjir, Hanya Bisa Berdoa Saat Langit Mulai Mendung

"Wah mendung lagi, moga-moga tidak banjir lagi," ujar Manaf.

M Nurhadi | Yosea Arga Pramudita
Selasa, 22 September 2020 | 17:59 WIB
Curhat Warga Langganan Banjir, Hanya Bisa Berdoa Saat Langit Mulai Mendung
Manaf (60), warga yang rumahnya kebanjiran di Jalan Taman Harapan, Cawang, Jakarta Timur. (Suara.com/Arga).

SuaraBanten.id - Hujan yang mengguyur kawasan Ibu Kota sejak Senin (21/9/2020) malam datang bersamaan dengan luapan air dari Kali Ciliwung membikin sejumlah daerah di Ibu Kota tergenang oleh air.

Kecamatan Cawang, Kelurahan Kramat Jati, Jakarta Timur jadi salah satutitik yang turut jadi kawasan banjir. Suara.com mencoba mendatangi lokasi pasca-banjir tepatnya di Jalan Taman Harapan RW 03, tepatnya di belakang Rumah Sakit Budhi Asih, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (22/9/2020) siang.

Menurut sejumlah warga ketinggian air mencapai 150 centimeter. Sejak pukul 03.00 WIB, warga setempat kembali mendapati fenomena yang sudah menjadi kebiasaan di lingkungan mereka, kali Ciliwung meluap.

Sedikit gambaran, di Jalan Taman Harapan, terdapat dua RT yang terkena imbas banjir. Pertama adalah RT 02, RW 03 dan RT 15, RW 03 yang letaknya tak jauh dari Kali Ciliwung.

Baca Juga:Nah Lho! Anies Disemprot Lagi karena Jakarta Banjir, Trotoar Mampet!

Penampkan banjir yang mulai surut di kawasan Cawang, Jakarta Timur. (Suara.com/Arga).
Penampkan banjir yang mulai surut di kawasan Cawang, Jakarta Timur. (Suara.com/Arga).

Manaf (60), mengajak kami mengitari dua RT yang sempat terendam air sejak subuh tadi. Kata dia, air mulai surut sejak pukul 07.00 WIB tadi.

"Air mulai naik di RT 15 dan RT 02, RW03 sejak pukul 3 pagi. Hampir 150 cm lah. Mulai surut jam 7 pagi," kata Manaf.

Pria paruh baya ini mengajak kami berkeliling di kampungnya sembari sesekali menunjukkan gang-gang sempit yang sudah dipenuhi lumpur sisa banjir. 

Sisa-sisa lumur dengan tinggi 20 sentimeter masih nampak di kampung itu. Setelah berjalan beberapa menit, kami tiba di kediaman Manaf.

Laki-laki yang sudah tinggal lebih dari 10 tahun di kawasan itu menyambut kami, membukakan pintu. Pemandangan pasca banjir menyambut kami, meski lantainya sudah cukup bersih karena baru saja dibersihkan.

Baca Juga:Wagub DKI: 84 Kelurahan di Sepanjang Ciliwung Harus Bersiap-siap Banjir

"Barang-barang saya semua di lantai dua," ujarnya singkat.

Kosong Melompong

Bagi Manaf, Banjir baginya seperi rutinitas berulang, tak bahnya seperti bangun tidur, beraktivitas, kemudian tidur lagi. Di musim seperti ini, dia kembali menyelami keberulangan tersebut: hujan, air yang meluap, membersihkan sisa lumpur dan seterusnya.

Manaf bercerita, rata-rata rumah di lingkungannya memiliki dua lantai. Lantai dasar akan dibiarkan kosong melompong, dan lantai dua digunakan untuk menaruh barang-barang.

"Lantai dasar sama warga biasanya dibiarkan kosong, nah barang-barang semua dipindahin ke atas. Kadang-kadang, ada juga yang numpang sementara di rumah tetangga," ungkap Manaf.

Rumah-rumah Kosong

Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke arah bantaran kali. Lumpur kira-kira setebal 20 sentimeter --kira-kira hampir menutupi mata kaki-- menyulitkan akses kami menuju ke sana.

Terpantau ada lima unit rumah yang sudah dibiarkan kosong oleh penghuninya. Hanya berjarak 150 meter dari bantaran Kali Ciliwung. Kaca-kaca pecah, tanpa pintu, dan lumpur bertumpuk mencapai ketinggian 35 centimenter dibiarkan begitu saja.

Manaf menuturkan, rumah-rumah itu memang sengaja ditinggalkan oleh penghuni sebelumnya. Sebab, sang empunya rumah sudah ogah berpusing ria dengan banjir yang berulang.

"Ya gini, dibiarkan begitu saja. Sama yang punya rumah sudah ditinggalin," cetus Manaf.

Penampakan kayu balok berwarna warni yang dipakai warga di kawasan Cawang, Jakarta Timur untuk menandakan ketinggian air banjir. (Suara.com/Arga).
Penampakan kayu balok berwarna warni yang dipakai warga di kawasan Cawang, Jakarta Timur untuk menandakan ketinggian air banjir. (Suara.com/Arga).

Rumah Hampir Seutuhnya Tenggelam

Tak jauh dari kediaman Manaf, bediri sebuah tiang berwarna merah, kuning, dan biru. Pada tiang tersebut tertera sejumlah angka yang disusun bertingkat.

Pada warna biru, bagian paling bawah, terterang angka 100 centimeter. Satu tingkat di atasnya warna kuning, tertera angka 150 centimeter. Pada warna merah, tertera tiga angka, yakni 200 centimeter, 250 centimeter, dan 300 centimeter.

Tiang tersebut adalah penanda ketinggian air yang kerap mampir di kediaman Manaf. Ia menceritakan, ketinggian kadang lebih dari 300 sentimeter.

"Pernah, ketika banjir beberapa tahun lalu mencapai 4 meter. Melebihi tiang penanda itu. Kira-kira sampai atap rumah lah," ujarnya sembari menatap sisa-sisa banjir dengan nanar.

Waktu semakin sore, jam tangan kami menunjukkan pukul 16.00 WIB, langit di kawasan Cawang tampak mendung. Tapi, hujan belum turun. Di satu sisi, jantung Manaf dag dig dug tak menentu.

"Wah mendung lagi, moga-moga tidak banjir lagi," ujarnya sambil menyambut tangan kami yang bersalaman untuk pamit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini