Bernadette Sariyem
Senin, 15 September 2025 | 15:27 WIB
Kolase video-video yang menampilkan Presiden Prabowo dan klaim pencapaiannya, yang ditayangkan di bioskop sebelum film dimulai. [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Warganet memprotes video capaian pemerintah di bioskop.
  • Mereka menyerukan aksi datang terlambat untuk menghindarinya.
  • Tayangan tersebut dinilai sebagai propaganda ala negara otoriter.
[batas-kesimpulan]

SuaraBanten.id - Penayangan video serangkaian klaim capaian program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebelum film utama dimulai di bioskop, telah memicu gelombang kritik tajam.

Ruang hiburan yang seharusnya menjadi tempat pelarian dari hiruk pikuk politik kini terasa berbeda.

Alhasil, kondisi itu melahirkan gerakan protes unik dari warganet: ajakan untuk datang terlambat.

Fenomena ini meledak di media sosial, di mana banyak penonton bioskop merasa "terganggu" dan menganggap tayangan tersebut sebagai propaganda yang tidak pada tempatnya.

Sebagai respons, muncul seruan masif agar para penonton sengaja masuk ke dalam studio 15 menit setelah jadwal film dimulai.

Tujuannya sederhana, yakni untuk menghindari paksaan menonton video klaim pemerintah Prabowo tersebut.

Pengguna Instagram menjadi salah satu pemicu gerakan ini, yang kemudian disambut luas oleh warganet lainnya.

"Selama ini orang ke bioskop itu untuk cari hiburan, bukan disuguhi propaganda politik seperti ini," tulis pengguna Instagram  di unggahan akun populer @catatanfilm, dikutip hari Senin (15/9/2025).

Dukungan terhadap aksi ini terlihat jelas dari interaksi di media sosial.

Baca Juga: Terbaru Sri Asih, 4 Film Pevita Pearce

Unggahan @catatanfilm yang menginformasikan adanya pemutaran video Prabowo tersebut hingga Minggu (14/9/2025) sore, telah disukai lebih dari 74 ribu kali.

Tak hanya itu, unggahan tersebut juga dibanjiri lebih dari 14 ribu komentar, mayoritas bernada protes dan mendukung gerakan datang terlambat.

Indoktrinasi ala negara fasis

Kritik tidak hanya datang dari masyarakat umum. Para ahli dan aktivis turut angkat bicara, menilai langkah pemerintah ini sebagai sebuah kemunduran.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, bahkan melabeli tindakan ini sebagai bentuk indoktrinasi.

"Ya, cara-cara seperti ini sering dilakukan negara otoriter dan fasistik," kata Usman Hamid.

Menurutnya, pemerintah telah merendahkan kecerdasan publik dengan menyajikan konten propaganda yang berseberangan dengan fakta di lapangan.

"Daripada menyajikan klaim seperti itu, pemerintah seharusnya evaluasi untuk mengembalikan kepercayaan publik."

Klaim Capaian dalam Video dan Pembelaan Pemerintah

Lantas, apa isi video yang memicu kontroversi tersebut?

Dalam rekaman yang beredar, Presiden Prabowo Subianto menyatakan kesiapannya menghapus kemiskinan dan mengklaim keberhasilan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menjangkau 20 juta penerima manfaat.

Video tersebut juga merilis data-data lain, seperti pembukaan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih, dan pengoperasian 5.800 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Lalu ada data total produksi beras nasional yang mencapai 21.760.000 ton hingga Agustus 2025, hingga keberhasilan ekspor jagung sebanyak 1.200 ton.

Menanggapi kritik yang meluas, pihak Istana memberikan pembelaan.

Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi, mengatakan penggunaan media publik sebagai medium penyampai pesan adalah hal yang wajar.

"Ya sepanjang tak melanggar aturan dan tak mengganggu kenyamanan, keindahan, itu hal yang lumrah," kata Prasetyo.

Load More