Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Sabtu, 08 Oktober 2022 | 14:59 WIB
Warga menghias Panjang Mulud (sedekah mulud) saat perayaan Maulid Nabi Muhammad di Perumahan Makmur Jaya, Drangong, Serang, Banten, Sabtu (8/10/2022). [ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp].

Kegiatan pawai yang pada masa kesultanan berupa arak-arakan panji kebesaran kesultanan pun berubah menjadi arak-arakah sedekah makanan dan kudapan dari masyarakat. Kegiatan panjang mulud diisi membaca sirah nabawi dari kitab Barzanji dan dzikir-zikir.

Masuknya aliran tarekat dalam kegiatan maulid di Banten juga memberi pengaruh pada tradisi panjang mulud. Ada kelompok tarekat saat berzikir kalimat tauhid ‘laa ilaaha illallah’ hanya menyebut ‘hu’ yang merupakan singkatan dari ‘allahu’.

Kata ‘hu’ itu kemudian berkembang di masyarakat Banten menjadi ‘lahu’. Kata ‘lahu” berarti sebagai wadah makanan dan ikan yang diarak dalam tradisi panjang mulud. Kata ‘lahu’ kemudian mengalami perubahan menjadi lahe/lehe. Sementara makanan yang berada di dalam lahe/lehe disebut sebagai nasi berkat.

Nasi berkat dalam tradisi panjang mulud ini dibagikan kepada para pedzikir atau masyarakat yang ikut ngeropok.

Baca Juga: Inspirasi Kata Mutiara Nabi Muhammad untuk Ucapan Maulid Nabi SAW

Tradisi panjang mulud pun kini di sebagian daerah mengalami perubahan. Isi lahe/lehe yang dahulu berupa makanan, lauk pauk, sambelan, bekakak, dan telur hias atau pentol kini juga mulai berubah. Isi panjang mulud kini bisa berupa bahan sembako, voucher pulsa, uang, ponsel, makanan instans, alat elektronik, dan sebagainya.

Load More