Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Jum'at, 18 Februari 2022 | 15:35 WIB
Seorang warga Suku Baduy Luar berjalan di Kampung Kaduketug, Lebak, Banten, Minggu (2/1/2022). [ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas]

SuaraBanten.id - Banjir Baduy luar sudah surut. Baru kali ini air meluap sampai menyentuh jembatan di Desa Cibarani. Sebelumnya volume air memang deras setiap kali hujan, namun tidak setinggi kemarin.

Jaro Saija bergegas mengunjungi lokasi banjir di kawasan Baduy Luar yakni Kampung Cijahe, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Jumat (18/2/2022) setelah kemarin terendam banjir.

Lokasi banjir, diakui Saija merupakan daerah yang rendah. Hulu Kampung Cijahe sendiri berada di Gunung Liman.

Dikutip dari Bantennews.co.id, lokasi yang setahun lalu pernah terjadi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).

Baca Juga: Jangan Termakan Rayuan! Ini Daftar Nama 50 Pinjaman Online, 5 Pegadaian, dan 22 Investasi Ilegal

Informasi itu mencuat setelah video Ki Pulung meminta pemerintah turun tangan menghentikan eksploitasi alam viral pada April 2021 silam.

“Hulunya di Gunung Liman, alhamdulillah masih terjaga. Tahun lalu ada yang melakukan pertambangan tapi langsung disergap warga. Sekarang mah sudah tidak ada (penambangan) sih dan sudah ditanami lagi,” kata Saija.

Saija berharap aksi penyerobotan dan eksploitasi alam harus ditindak tegas.

Jika peringatan warga tidak digubris, maka warga Baduy akan meminta pemerintah dalam hal ini pihak kepolisian untuk turun tangan.

Di Baduy sendiri, Jaro Saija menjelaskan ada tanah titipan dan tanah tutupan.

Baca Juga: Baduy Luar Banjir karena Banten Hujan Deras

Tanah titipan yang luasnya 5.360 hektar merupakan tanah adat yang menjadi kewenangan lembaga adat.

Masyarakat Kanekes hanya memiliki hak guna pakai.

“Kalau titipan cagar alam yang dilindungi aturan adat seperti tidak diperjualbelikan dan tidak boleh ada bangunan permanen,” kata dia.

Di dalam tanah titipan, juga terdapat beberapa titik mata air yang harus dijaga.

“Aturan adat sebetulnya 10 meter dari kali harus ada tanaman kayu supaya jangan sampai ada longsor dan banjir,” kata Saija.

Sementar tanah tutupan, sebagian milik Perhutani dan masyarakat sekitar Kanekes di luar kawasan tanah adat. Tanah adat sendiri diapit oleh 12 desa.

Selain menjaga lingkungan di Kanekes, masyarakat adat juga kerap melakukan kunjungan ritual berkala 7 tahun sekali ke luar tanah adat Baduy.

Baik itu ke Sang Hyang Sirah di Ujung Kulon, Gunung Madur, Gunung Bongkok, Gunung Pulosari.

“Ada ritual disuruh puun.”

Istilah “ketitipan” menjadi alasan masyarakat Kanekes melakukan kunjungan untuk memastikan lingkungan tetap terjaga.

“Di Gunung Halimun ada pertambangan liar itu kemi peringatkan. Kami kasih peringatan dulu, kalau tidak kami lapor ke pemerintah,” ujarnya.

Load More