Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Kamis, 23 Desember 2021 | 07:35 WIB
Jajaran direksi PT Asahimas Chemical menanam Mangrove di Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, Rabu (22/12/2021). [Hairul Alwan/Suara.com]

SuaraBanten.id - Bertepatan dengan tragedi tsunami Banten tiga tahun lalu, Rabu (22/12/2021) Yayasan KEHATi dan PT Asahimas Chemical melakukan penanaman mangrove di Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Penanaman mangrove pertama dilakukan di lahan seluas 2 hektare dan akan tersu berlanjut pada tahap berikutnya yang akan dilakukan di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang.

Program berdurasi 5 tahun dilakukan untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (carbon pollution) dan mitigasi bencana di Provinsi Banten, berkontribusi dalam target nasional penambahan hutan mangrove sebagai langkah mitigasi perubahan iklim.

“Tidak hanya sebatas seremoni, kegiatan penanaman bibit mangrove merupakan bentuk sosialisasi program rehabilitasi yang akan dilakukan di Banten, khususnya di Desa Panimbang Jaya. Kami juga berharap program rehabilitasi ini dapat menjadi model dalam mendukung pembangunan rendah karbon di Provinsi Banten,” ujar Vice President Director PT ASC Eddy Sutanto.

Baca Juga: Buntut Buruh Bobol Kantor Gubernur, Kasatpol PP Banten Dicopot

Kegiatan penanaman bibit mangrove ini diikuti oleh Camat Panimbang, perwakilan Dinas Kelautan dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti, perwakilan KKP, dan perwakilan KLHK.

Penanaman mangrove diawali dengan membersihkan pesisir pantai dari sampah plastik yang dilakukan karyawan PT Asahimas Chemical bersama puluhan siswa SD Panimbang Jaya dan masyarakat sekitar.

Para siswa dan masyarakat turut dilibatkan pada kegiatan penanaman bibit mangrove bersama dengan para pejabat dan peserta lain yang hadir.

Edukasi diharapkan menjadi kegiatan strategis di program rehabilitasi mangrove. Hal ini mengacu kepada data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten, dimana kerusakan ekosistem mangrove di Provinsi Banten paling banyak disebabkan oleh aktivitas manusia.

Program Mangrove Blue Carbon sendiri merupakan konsep program konservasi dan rehabilitasi keanekaragaman hayati yang dirancang untuk mendukung program nasional dari pemerintah pusat yang masuk dalam program prioritas nasional (PPN) RPJMN 2020-2024 melalui pembangunan rendah karbon (PRK).

Baca Juga: WH Ngadu ke Presiden Soal Buruh Terobos Ruang Kerja Gubernur Banten: Ini Ancaman

PT Asahimas Chemical berharap program ini dapat merehabilitasi ekosistem mangrove seluas 14 hektar dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti kelompok perempuan, nelayan, dan pemuda serta dapat memberikan nilai ekonomis masyarakat setempat dalam bentuk produk turunan mangrove.

Dengan meningkatnya produktivitas biologi sumber daya perikanan daerah pesisir Banten, nelayan diharapkan dapat menerima manfaat ekonomi dengan berkembang biaknya ikan dan biota laut. Belum lagi melalui pemanfaatan area konservasi menjadi daerah tujuan ekowisata.

“Belajar dari program rehabilitasi yang sudah dilakukan oleh KEHATI, keterlibatan dan peran aktif masyarakat yang tinggal di lokasi rehabilitasi sangat penting. Ekosistem mangrove yang ada harus dipahami sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang harus dijaga kelestariannya. Kita jaga mangrove, mangrove jaga kita,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos.

“Pada program 5 tahun ke depan, selain rehabilitiasi terdapat beberapa kegiatan lain, yaitu penguatan kelembagaan, pelatihan produk olahan mangrove, pelatihan perikanan berkelanjutan, pelatihan manajemen pemasaran produk, pembentukan toko, dan e-commerce. Satu hal penting lain, sebagai sarana ekowisata dan edukasi, pada program kali ini, kita berharap adanya pembentukan Taman Kehati Mangrove di tahun 2025,” tutup Eddy.

Mangrove Sebagai Benteng Tsunami

Provinsi Banten yang memiliki panjang pantai sekitar 509 km merasakan dampak akibat kerusakan ekosistem mangrove. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa bencana tsunami Selat Sunda pada tahun 2018 telah menyebabkan 437 korban meninggal dunia dan 14.059 orang luka-luka.

DKP Provinsi Banten menyatakan bahwa daerah-daerah yang terlindungi oleh mangrove memiliki kerusakan yang lebih rendah dibandingkan daerah lain yang tidak terlindungi oleh mangrove.

Fakta bahwa mangrove dapat meredam energi gelombang tsunami, dapat dibuktikan pada penelitian Onrizal (2005) , dimana Desa Moawo dan Desa Pasar Lahewa di Pantai Utara Nias selamat dari terjangan tsunami disebabkan kedua daerah ini memiliki hutan mangrove yang rapat.

Hasil studi pendahuluan KEHATI dengan Yayasan Konservasi Laut (YKL) (2019) di Teluk Palu juga mencatat bahwa mangrove terbukti mampu meredam terjangan tsunami di Kelurahan Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala.

Jasa ekosistem penting lainnya adalah kemampuan dalam proses penyerapan karbon pada permukaan atmosfer. Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan dalam merehabilitasi mangrove memberikan dampak besar bagi keanekaragaman hayati ekosistem pesisir dan laut, melindungi pesisir dari bencana, membantu penyerapan karbon untuk memitigasi pemanasan global dan sosial ekonomi masyarakat dari jasa ekosistem mangrove.

Load More