Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Senin, 30 Agustus 2021 | 15:41 WIB
ILUSTRASI PPKM- Sejumlah kendaraan melaju di samping layar informasi tentang ajakan vaksinasi di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (23/8/2021). [ANTARA FOTO/Wahyu Putro]
ILUSTRASI PPKM- Sidang tindak pidana ringan atau tipiring yang digelar di Kantor Pemerintah Kota Cimahi, Senin (23/8/2021). [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

Positivity rate

Positivity rate atau perbandingan jumlah hasil tes positif COVID-19 dengan jumlah pemeriksaan yang dilakukan di 10 wilayah provinsi masih di atas 30 persen lebih.

Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyebutkan 10 provinsi dengan "positivity rate" di atas 30 persen, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Lampung, dan Aceh.

"Bahkan, Aceh 'positivity rate'-nya mencapai 51,55 persen, menjadi yang tertinggi di Indonesia. Hanya DKI Jakarta yang sudah berada di bawah 15 persen, yaitu 11,7 persen," papar Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Profesor Wiku Adisasmito.

Baca Juga: Efek PPKM di Banyuwangi, Angka Kecelakaan Lalu Lintas Turun Drastis

Ia meminta pemerintah daerah yang masih mencatatkan "positivity rate" tinggi serta mencatatkan kenaikan kasus, terutama Aceh, segera melakukan berbagai upaya, seperti memastikan koordinasi dengan pemerintah pusat, terutama Kementerian Kesehatan, terkait dengan sinkronisasi data dan memastikan data yang terlaporkan sesuai dengan pencatatan di daerah.

ILUSTRASI PPKM- Polisi mengatur lalu lintas kendaraan di pos penerapan ganjil genap di kawasan Bundaran Senayan, Jakarta, Kamis (26/8/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

"'Positivity rate' yang tinggi dapat terjadi karena jumlah testing yang rendah, upayakan agar dapat mencapai standar WHO (Badan Kesehatan Dunia) yaitu 1 banding 1.000 populasi per minggu," katanya.

Pemerintah daerah, ia melanjutkan, juga mesti menggiatkan penegakan protokol kesehatan serta melakukan pengaturan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat guna menekan risiko penularan COVID-19.

Dalam masa transisi masyarakat mulai hidup berdampingan dengan COVID-19, maka sudah sepatutnya mereka mulai mempersiapkan diri.

Tugas ke depan tidaklah mudah, namun bukan tidak mungkin asalkan semua elemen masyarakat mau bekerja sama dan memupuk rasa tanggung jawab.

Baca Juga: Menparekraf Sandiaga: Masyarakat Sangat Trauma dengan PPKM Level 4

Bentuk tanggung jawab tersebut dapat tecermin dalam komitmen masyarakat menjalankan protokol kesehatan di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam rumah, dalam perjalanan, atau dalam beraktivitas di luar rumah.

ILUSTRASI PPKM- Potret Lutfi Agizal protes PPKM pakai baju pengantin. [Instagram/lutfiagizal]

Sebagai upaya untuk terus menjaga kasus COVID-19 agar tetap terkendali, setiap institusi maupun pengelola fasilitas publik perlu melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas penerapan protokol kesehatan di tempat masing-masing.

Masyarakat perlu mengetahui bahwa protokol kesehatan adalah modal untuk tetap hidup sehat dan produktif walaupun COVID-19 masih berdampingan dengan kita.

Sebagai bagian dari edukasi untuk masyarakat, Wiku menyampaikan, selama COVID-19 masih berevolusi, maka masyarakat juga harus ikut berevolusi.

"Artinya kita harus melanjutkan tindakan pencegahan seperti memakai masker dan menjaga jarak, dan pada saat yang sama pemerintah juga akan melakukan upaya terbaik untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang dan secepat mungkin," ujarnya.

Selama COVID-19 terus beredar dan bermutasi secara global, maka kita akan melihat lonjakan infeksi secara berkala.

Load More