Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Selasa, 10 Agustus 2021 | 07:04 WIB
Suasana sidang kasus mafia tanah 45 hektare di PN Tangerang, Senin (9/8/2021) Sore. [IST]

Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keteranganya sesuai dengan kebenaran, diancam. Jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

"Akta itu dibuat dan diterbitkan oleh pejabat berwenang berdasarkan keterangan pemohon. Misalnya pemohon memberikan informasi tidak benar kemudian di tanda tangani oleh pejabat itu ini masuk kategori pasal 266 KUHP," katanya dalam persidangan.

"Perumusan delik pemalsuan surat. Modusnya, bagaimana pemalsuan surat ada 2 cara. Buat surat palsu dan palsukan surat," tambah dia.

Dia mengatakan, surat yang dipalsukan itu harus surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, dapat menerbitkan suatu perjanjian, dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang. Kemudian, surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa.

Baca Juga: Iming-imingi Lahan Untuk Perluasan Ponpes, Ini Modus Oknum Mafia Tanah 45 Hektare

"Maka telah terjadi perbuatan pemalsuan surat. Yang bersangkutan mengetahui bahwa surat itu palsu. Jadi unsur kesengajaan, surat palsu menjadi persoalan utama," jelasnya.

Chairul menjelaskan pemalsuan surat dapat dilakukan dalam dua cara. yakni membuat surat palsu yang keterangan dan isinya palsu. Lalu Memalsu surat dengan meniru surat asli namun menggantinya.

"Dalam hal tidak ada surat asli sebagai pembanding bukanlah suatu masalah. Selama ada bukti bahwa surat tersebut pernah ada (melalui bukti fotokopi) dan materiil isi fotokopinya tidak sesuai fakta maka tetap masuk dalam delik pemalsuan. Sehingga tidak diperlukan surat asli dalam hal pemenuhan delik pemalsuan," jelasnya.

"Juga terkait waktu terjadinya tindak pidana, dilihat bukan pada saat surat palsu tersebut dibuat melainkan pada saat surat tersebut digunakan. Secara umum pendapat ahli sangat tajam dan membantu persidangan kali ini," tambah Chairul.

Diketahui, dalam melancarkan aksinya dalam percobaan menguasai lahan warga, Darmawan menggunakan tiga dokumen berbeda. Pertama pada 2017 lalu, Darmawan menggunakan Girik sebagai bukti kepemilikan lahan, namun upaya itu gagal.

Baca Juga: 26 Penumpang Kapal Pelni Tertangkap Pakai Dokumen Palsu, 4 Orang Positif Antigen

Lalu, pada 2018 Darmawan menggunakan SK residen Banten, lagi-lagi upaya tersebut gagal. Kemudian di 2020, mereka menggunakan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) 1 sampai 9 masing-masing dengan luas 5 hektare. Upaya tersebut pun kembali gagal.

Load More