Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Jum'at, 05 Maret 2021 | 08:35 WIB
Gambaran Masjid Agung Banten pada masa kejayaan Kesultanan Banten (Koleksi Anthropological Museum Amsterdam)

SuaraBanten.id - Banten dikenal sebagai pelabuhan besar internasional pada abad 17 lalu. Pada masa itu, Banten memang merupakan salah satu tempat strategis perdagangan di nusantara.

Melansir penelusuran yang dilakukan redaksi Banten Hits (jaringan Suara.com), ada salah satu tokoh yang sangat berpengaruh hingga menjadi orang kepercayaan Sultan Ageng Tirtayasa pada masa itu.

Dalam narasi yang disampaikan Claude Guillot dalam bukunya, Banten; Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII, ada seorang pria yang memegang peran penting dalam tata kota Banten saat pemerintahan Sultan Ageng antara tahun 1651 dan 1682 yang mana saat itu gelombang kedatangan orang Eropa ke Banten tengah tinggi.

Sosok itu adalah Kyai Ngabehi Cakradana. Tokoh yang hingga kini masih misterius ini disebutkan dalam salah satu surat sudah berumur sepuh pada tahun 1680. Dari catatan ini, ia diperkirakan berusia 50 tahun keatas saat itu.

Baca Juga: Rektor Untirta Minta Bonus Tambahan, Jokowi Langsung Janjikan Ini

Sejumlah sumber menyebut, Cakradana mengawali karirnya sebagai seorang pandai besi, pekerjaan yang jarang dilakukan orang keturunan Tionghoa di Nusantara.

Catatan dari pemimpin loji Prancis, Jean-Baptiste de Guilhen pada tahun 1682 menyebut, Cakradana adalah orang Tionghoa dan bekerja sebagai pandai besi.

Tidak hanya pandai besi, Cakradana juga dikenal sebagai syahbandar. Bahkan, dalam catatan yang sama, ia adalah syahbandar pertama yang berketurunan Tionghoa. 

Cakradana sudah mendapatkan kepercayaan penuh Sultan Ageng Tirtayasa sejak pertama kali mengawali karirnya. Sumber dari penjelajah Inggris tahun 1666 menyebut, Cakradana sebagai orang yang paling disukai Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada masa itu, aktivitas ekonomi di Banten berkembang pesat. Pembangunan juga dilakukan secara masif. Proyek-proyek besae dimulai tahun 1671 dengan pendirian kompleks permukiman pecinan yang kemungkinan besar bertujuan menampung pendukung dinasti Ming yang melarikan diri dari China.

Baca Juga: Kunjungi Banten Pakai Helikopter Super Puma, Ini Agenda Presiden Jokowi

Masih di tahun yang sama, dua jembatan batu dibangun menggunakan teknik yang asing di Pulau Jawa saat itu. Satu jembatan berada di dalam kota dan satu lainnya untuk melintas dari kota raja ke daerah niaga di Karangantu. 

Berdasarkan catatan dari Guilhen menyebut, kedua jembatan ini dibangun dibawah pimpinan Cakradana. Desain jembatan buka-tutup yang unik ini lantas membuat pendatang dari Belanda tercengang.

Jembatan buka tutup tak lain berfungsi agar perdagangan bisa berlalu-lalang di sungai. Jembatan itu lantas dikenal dengan sebutan “Jembatan Rantai”.

Namun bukan jembatan itu karya terbaik dari Kyai Ngabehi Cakradana, melainkan benteng dengan arsitektur unik di depan laut dengan bentuknya yang berkelok-kelok.

Benteng tersebut dibuat dari batu bata yang mengelilingi kota raja. Benteng ini adalah benteng pertahanan satu-satunya di Nusantara.

Keunikan dari desain benteng ini bahkan membuat orang-orang Belanda kagum hingga kesulitan menembusnya. Sayang, mereka membongkarnya tak lama setelah berhasil merebut kota itu tahun 1602.

Selain benteng pertahanan, bangunan karya Cakradana lainnya adalah menara masjid agung. Menara masjid tersebut dianggap tak lazim di daerah tersebut pada masanya.

Load More