Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Rabu, 24 Februari 2021 | 12:32 WIB
Situs Peninggalan Banten Girang (Kemdikbud)

SuaraBanten.id - Banten Girang dan Gunung Pulosari tidak bisa dipisahkan dalam perjalanan sejarah Banten. Bahkan, Gunung Pulosari acap kali dianggap sebagai gunung keramat kerajaan Banten Girang.

Gunung ini sendiri menjadi salah satu faktor penting bagi Sunan Gunung Jati dan anaknya Hasanudin untuk 'menaklukkan' tanah Banten secara batiniyyah yang sudah mereka incar sejak lama.

Hal ini lantaran Banten Girang merupakan pusat Kerajaan Sunda di bawah kekuasaan Sriwijaya yang didirikan tahun 932 yang berada tepat di wilayah Kerajaan Tarumanegara yang punah lebih dari dua setengah abad lalu.

Sebagaimana kebanyakan kerajaan masa itu, mereka juga membangun candi Candi Siwa di atas Gunung Pulosari di pusat kerajaan.

Baca Juga: Tak Ingin Tercemar, Harry dan Meghan Markle Dilarang Pakai Nama Kerajaan

Lokasi Banten Girang diperkirakan berada di pinggiran Kota Serang, kira-kira tiga kilometer di selatan Kaujon, pusat kota lama Serang. Kota ini sempat mengalami perkembangan pesat setelah penjajah Belanda menjadikannya pusat pemerintahan, yang juga belakangan diduga sebagai strategi politik mengalahkan pengaruh penguasa lokal.

Di lokasi inilah, dua makam yang dikeramatkan warga berada karena diyakini sebagai makam Ki Jong dan Agus Jo, warga asli Banten Girang yang pertama kali masuk Islam dan menjadi pengikut setia Raja Islam Banten, Hasanudin.

Disebutkan dalam buku Banten Sebelum Zaman Islam; Kajian Arkeologi di Banten Girang 932-1526 yang disusun Claude Guillot, Lukman Nurhakim, dan Sonny Wibisono, dua tokoh Ki Jong dan Agus Jo kemungkinan besar mengarah pada satu orang yakni Ki Jongjo.

Meski demikian, seorang arkeolog dari Arkeologi Nasional Tubagus Najib berpendapat Ki Jong, Agus Jo, dan Ki Jongjo merupakan tokoh yang berbeda.

Tubagus Najib menyebut, Ki Jongjo merupakan orang kedua di Kerajaan Pajajaran yang memeluk Islam. Dengan bantuan Ki Jongjo, Sultan Hasanudin mengajak raja Pajajaran saat itu untuk masuk Islam. 

Baca Juga: Anak Meghan Markle dan Harry Bukan Bayi Kerajaan Pertama yang Lahir di AS

“Salah besar kalau penaklukkan Pajajaran oleh Hasanudin dilakukan dengan peperangan. Melalui Ki Jongjo, Hasanudin mengajak Raja Pajajaran yang tak memiliki mahkota yakni Pucuk Umun untuk masuk Islam,” terang Tubagus Najib dalam sebuah wawancara dengan Banten Hits (jaringan Suara.com).

Namun, ternyata Hasanudin dan Ki Jongjo ternyata gagal mengajak Pucuk Umum masuk Islam. Dari berbagai cerita menyebutkan, Pucuk Umum menghilang setelah kalah adu kesaktian dengan Sultan Hasanudin.

Dari keterangan Guillot, Claude Guillot, Lukman Nurhakim, dan Sonny Wibisono menyebutkan, Ki Jojgo merupakan tokoh yang sangat dihormati di masanya.

Hal ini dibuktikan penyebutan namanya yang berulang kali disebutkan dalam Sajarah Banten yang versi tertuanya disusun kurang dari satu abad setelah Ki Jongjo meninggal pada pertengah abad ke-16.

“Naskah SB (Sajarah Banten) menempatkan seorang mahapatih legendaris (Ki Jongjo) sebagai pendamping pendiri wangsa (Islam di Banten, Hasanudin),” tulis mereka.

Naskah Sajarah Banten ini didukung penulis kronik Barros soal perebutan Banten Girang oleh kaum Muslim.  Melalui karyanya ia menyebut, guna melancarkan dakwah Islam, Sunan Gunung Jati dan Sultan Hasanudin pergi ke Bintam (Banten Girang), ibukota Sunda. 

Cara mereka yang santun disambut dengan tangan terbuka oleh para penguasa sehingga menerima mereka dan membuat banyak orang masuk Islam.

Keterangan di nanskah  ini didukung oleh pernyataan Menurutnya, untuk melaksanakan rencana pengislaman, Di sana dia diterima oleh tokoh terkemuka dari kota itu. Tokoh itu masuk Islam dan banyak memudagkan usaha pengislaman.

Load More