Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Selasa, 25 Agustus 2020 | 16:27 WIB
Gambar sebagai ilustrasi-- Warga sedang mengantre mengurus perceraian di Pengadilan Agama,Soreang. (instagram @bandungtalk)

SuaraBanten.id - Sosok perempuan duduk tanpa ekspresi di halaman depan ruang sidang Pengadilan Agama (PA) Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten. Ia tidak sendiri, ada puluhan perempuan lain yang nampak tidak terlalu peduli dengan protokol kesehatan di depan gedung pengadilan yang gagah.

Kiki (27), setidaknya itulah panggilannya sehari-hari. Ibu tiga anak ini jadi salah satu dari sekian banyak istri yang mengajukan perceraian di Pengadilan tersebut.

"Nomor antrean saya ke-28. Sekarang baru masuk ke-24. Jangan sampai kelewatan nih panggilan nomor saya, karena saya kepingin hari ini bisa tuntas mengurusi persidangan perceraian saya," ujar Kiki sembari sesekali melihat nomor antreannya.

Pantauan Suara.com, setidaknya ada 50-an calon janda yang hendak mengurus perceraiannya di pengadilan tersebut. Jumlah itu terus bertambah saat matahari semakin meninggi.

Baca Juga: Pesta Miras Oplosan Berujung Maut, 5 Warga Curug Tangerang Tewas

Meski tidak semua antrean adalah pemohon perceraian, akan tetapi hanya sedikit saja yang mengurus pernikahan. Tidak lebih dari tiga orang. Sementara, puluhan sisanya mengurus perceraian. Pengadilan sendiri baru membuka jalannya persidangan hari ini usai tutup beberapa hari lantaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

"Lebih banyak perceraian yang datang hari ini.  Saya barusan ngobrol sama yang duduk di sebelah saya juga mau mengurus perceraian. Wanita juga sama seperti saya yang mau gugat," ujar kiki, Selasa (25/8/2020).

Kiki hanya menggeleng saat kami menanyainya tentang kesempatan untuk rujuk. Ia mengaku tidak ada lagi keharmonisan dalam rumah tangganya. Empat tahun menjalani bahtera rumah tangga, ia merasa, pisah adalah jalan terbaik bagi ia dan keluarga kecilnya.

Bukan tanpa alasan, Kiki sendiri mengaku bertahun-tahun menimbang keputusan ini. Ketiga anaknya semakin membuatnya sulit menentukan pilihan.

"Anak saya itu, laki satu, perempuan dua. Semuanya masih pada kecil-kecil dibawah 10 tahun dan masih perlu bimbingan saya sebagai orang tua perempuan," ujarnya lagi.

Baca Juga: Gelar Latihan Perdana, Aspek Ini yang Jadi Fokus Persita Tangerang

Hancurnya rumah tangga Kiki, menurutnya dilandasi adanya ketidak jujuran antara suami dengan dirinya. Ia merasa berkali-kali dibohongi suaminya yang sehari-hari bekerja di sebuah Apotek di wilayah Kabupaten Tangerang tersebut.

Sejenak, Kiki tertegun, ia memilih diam saat kami menanyainya tentang sang suami. Awalnya, suaminya memang tidak bekerja, tidak lama setelah menikah sang suami mendapatkan pekerjaan dis ebuah apotek di Tangerang. 

Meski terdengar keren, pekerjaan tersebut membuatnya semakin renggang dengan suami. Ditambah, suaminya tersebut terkesan menutup-nutupi gaji dan hanya memberikan sedikit dari gajinya untuk keperluan rumah tangga. Uang bulanan rumah tangganya, Kiki hanya menerima uang Rp400 ribu saja.

"Dari awal kerja tidak pernah dikasih tahu gaji tetap nya berapa, setiap ngasih uang bulanan selalu kecil, Rp 400 ribu bahkan dibawah itu," keluhnya.

Dengan jumlah tersebut, sulit baginya memenuhi kebutuhan sehari-hari, terlebih anaknya sudah ada yang bersekolah setingkat sekolah dasar. Untungnya, Kiki yang merupakan seorang guru di Sekolah Dasar (SD) wilayah Graha Raya, Pondok Aren, Tangerang tetap berusaha "menambal" kebutuhan rumah tangga dengan gajinya yang tak seberapa.

Kontributor : Ridsha Vimanda Nasution

Load More