Skandal Sampah Banten Guncang Tipikor, Eks Kepala DLH Didakwa Rampok Uang Negara Rp21,6 Miliar

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Subardi, mendakwa Wahyunoto bersama tiga terdakwa lainnya telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp21,6 M.

Andi Ahmad S
Rabu, 01 Oktober 2025 | 21:24 WIB
Skandal Sampah Banten Guncang Tipikor, Eks Kepala DLH Didakwa Rampok Uang Negara Rp21,6 Miliar
Keempat terdakwa saat mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Banten, Rabu (1/10/2025). (ANTARA/Desi Purnama Sari)
Baca 10 detik
  • Korupsi proyek sampah Banten rugikan negara Rp21,6 miliar. Mantan Kadis DLH Tangsel dan tiga orang didakwa.

  • Pemenang lelang fiktif: PT EPP tak penuhi syarat, lalu alihkan pekerjaan ke perusahaan bentukan terdakwa.

  • Kontrak Rp75,9 miliar dibayar penuh meski proyek tak sesuai, menunjukkan lemahnya pengawasan dan integritas.

SuaraBanten.id - Skandal korupsi megaproyek pengangkutan dan pengelolaan sampah kembali mengguncang Provinsi Banten.

Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Wahyunoto Lukman (52), kini duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Serang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Subardi, mendakwa Wahyunoto bersama tiga terdakwa lainnya telah merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp21,6 miliar.

Dakwaan ini membuka tabir praktik kotor di balik proyek vital pengelolaan sampah, yang seharusnya melayani kebutuhan publik, namun justru dijadikan ladang memperkaya diri.

Baca Juga:Skala Bahaya Meluas! Ada Temuan 10 Titik Cemaran Radioaktif Cesium-137 di Cikande Serang

Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dan integritas dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu, JPU Subardi membeberkan secara rinci dugaan persekongkolan yang melibatkan Wahyunoto Lukman.

Ia didakwa bersekongkol dengan dua pegawai DLH Tangsel lain, yakni Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian, Zeky Yamani (44), serta Kabid Kebersihan, Tubagus Apriliadhi Kusumah Perbangsa (35).

Tujuan persekongkolan ini jelas menguntungkan Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), Sukron Yuliadi Mufti (54).

"Terdakwa terbukti memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Direktur Utama PT Ella Pratama Perkasa, Sukron Yuliadi Mufti, dan merugikan keuangan negara sebesar Rp21,6 miliar," tegas Subardi saat membacakan dakwaan, dilansir dari Antara.

Baca Juga:Mardiono Gagal Bawa PPP Tangsel ke Senayan, Pengurus Lokal Solid Dukung Agus Suparmanto

Persekongkolan tersebut, menurut jaksa, berawal pada 20 Mei 2024. Saat itu, PT EPP secara mengejutkan ditetapkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pengangkutan dan pengelolaan sampah sebanyak 144.100 ton dengan nilai kontrak fantastis, mencapai Rp75,9 miliar.

Namun, fakta mengejutkan terungkap perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat kualifikasi, seperti tidak memiliki 40 unit truk yang disyaratkan dan tidak memiliki pengalaman memadai dalam pengelolaan sampah.

Setelah memenangkan lelang secara tidak sah, pekerjaan kemudian dialihkan ke CV Bank Sampah Induk Rumpintama, sebuah perusahaan yang disebut-sebut bentukan Wahyunoto.

Yang lebih parah, pengerjaan proyek tersebut "tidak sesuai kontrak. Sampah hanya dibuang ke beberapa lokasi tidak resmi di Kabupaten Tangerang, serta sebagian kecil diolah pihak lain di TPA Bangkonol, Pandeglang, dan ke PT JBL di Tempat Pengelolaan dan Pemprosesan Akhir Sampah Regional Lulut Nambo, Bogor.

Meskipun pekerjaan tidak berjalan semestinya dan bahkan cenderung fiktif, pembayaran kontrak senilai Rp75,9 miliar tetap dicairkan penuh.

Dari jumlah tersebut, sekitar Rp15,4 miliar dikelola oleh Zeky Yamani tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Jaksa secara gamblang menyebut, tindakan para terdakwa ini secara kolektif merugikan keuangan negara sebesar Rp21,6 miliar.

Selain itu, JPU juga mengungkap adanya aliran dana mencurigakan sebesar Rp15 miliar yang diminta oleh terdakwa Zeky Yamani kepada Sukron. Dana ini diminta dengan dalih untuk biaya kompensasi lahan dan koordinasi.

"Namun, ironisnya, pemilik lahan hanya menerima uang jasa pembuangan sampah sebesar Rp1,3 miliar dari total Rp9,3 miliar yang dianggarkan," ucap Subardi. Ini mengindikasikan adanya mark-up atau penyelewengan dana yang sangat signifikan.

Atas perbuatannya, keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain/korporasi yang merugikan keuangan negara.

Menanggapi dakwaan yang dibacakan, terdakwa Sukron Yuliadi Mufti dan Zeky Yamani menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan.

Sementara itu, Wahyunoto Lukman dan Tubagus Apriliadhi Kusumah Perbangsa memilih untuk menerima dakwaan dan melanjutkan proses persidangan ke tahap pembuktian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak