"Semangat kerja sama menjadi sangat kuat di masa pandemi, alasannya sederhana, karena biasanya para peneliti sibuk sendiri-sendiri dengan minat dan topik yang diminati. Namun, saat ini para peneliti memiliki musuh bersama yaitu Covid-19," tuturnya.
Masa pandemi Covid–19 telah mendorong peran ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih kuat dengan adanya kolaborasi dan sinergi antar peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
"Indonesia belum pernah membuat ventilator selama masa pandemi. Tetapi karena kebutuhan ventilator sangat dibutuhkan, kami harus membuat ventilator dalam kurun waktu tiga bulan. Akhirnya para peneliti kami berhasil membuat ventilator sendiri dan Indonesia dapat memproduksi ventilator untuk kebutuhan pasien Covid-19," ujar Menristek Bambang.
Sementara pada pertemuan 17th Science and Technology Minister Roundtable, Menteri Bambang mengatakan Covid-19 merupakan tantangan besar bagi negara-negara di seluruh dunia.
Baca Juga:Tingkat Kemanjuran Vaksin Covid-19 Indonesia Ditargetkan Capai 70 Persen
Namun demikian, pandemi itu juga dapat menjadi peluang terlebih bagi Indonesia untuk mendorong transformasi digital dan menciptakan ekosistem ekonomi minim kontak yang merupakan salah satu penggerak menuju ekonomi berbasis inovasi yang berkelanjutan.
Menteri Bambang menuturkan upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam merespon situasi pandemi Covid-19, antara lain melalui Konsorsium Riset dan Inovasi Covid–19 Kementerian Riset dan Teknologi, Indonesia telah mengembangkan lebih dari 61 inovasi selama masa pandemi dengan pendekatan triple-helix.
"Saat ini kami juga sedang berupaya mengembangkan vaksin melalui dua jalur, yaitu berkolaborasi dengan negara lain. Serta di sisi lain, kami juga mengembangkan vaksin sendiri, vaksin Merah Putih yang telah mencapai kemajuan 50 persen," ujarnya.
Menteri Bambang berharap agar negara-negara dapat saling berkomitmen untuk berkolaborasi dengan lebih banyak entitas di seluruh dunia khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi untuk dapat meneruskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengatasi masalah di masa yang akan datang.
Pertemuan itu dipimpin oleh Menteri Negara bidang Kebijakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jepang Inoue Shinji. Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah perwakilan menteri di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun pejabat setara dari 35 negara yang berpartisipasi, seperti Angola, Brasil, India, Kanada, dan Rusia. [ANTARA]
Baca Juga:Walk Out Paripurna, Fraksi Demokrat: Pimpinan DPR Sewenang-Wenang