Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Kamis, 21 Oktober 2021 | 11:59 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraBanten.id - Kubu terduga pelaku pelecehan seksual yang diduga dilakukan Presma Untirta (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) berisial KZ akhirnya angkat suara. Melalui Tim advocasi hukum KZ, pihaknya meminta Rektor Untirta untuk mencopot Surat Keputusan Rektor.

Diketahui, baru-baru ini Rektor Untirta mengeluarkan Surat Keputusan Rektor Untirta No 670/UN43/KPT.KM.00.05/2021 Tentang Pemberian Sanksi Akademik Kepada Ketua BEM Untirta.

Serta No 671/UN43/KPT.KM.04.01/2021 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua Badan Ekesekutif Mahasiswa Untirta Tahun 2021.

SK Rektor Untirta tersebut dinilai merugikan masa depan KZ dengan memberikan sanksi skorsing berupa satu semester yakni semester ganjil tahun akademik 2021/2022 terhitung 08 Oktober 2021 dan memberhentikan sebagai Ketua BEM Untirta tahun 2021.

Baca Juga: Laporan Pelecehan Seksual Diduga Dilakukan Presma Untirta Diminta Dicabut

Salah satu kuasa hukum KZ, Raden Elang Yayan Mulyana mengatakan, sejak diterbitkan SK Rektor tersebut, kliennya tidak pernah dipanggil atau diperiksa terlebih dahulu oleh pihak Untirta sebagai terduga pelaku pelecehan seksual.

“Keputusan tersebut tidak objektif, mendahului keputusan hukum dan Undang-Undang sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi klien kami, karena dibuat dengan cara- cara tidak sah (cacat formil) dan seharusnya dicabut atau dibatalkan,” katanya melalui keterangan tertulisnya Selasa (19/10/2021) dikutip dari BantenNews.co.id.

Dalam rilis tersebut, Yayan juga mengungkap kliennya dipaksa dan dipersekusi oleh 7 orang mahasiswa Untirta untuk mengakui apa yang tidak pernah dilakukannya. KZ diminta membuat surat pernyataan pengakuan telah ‘Bersalah Atas Perbuatan Pelecehan Seksual yang Saya Lakukan’ terhadap korban yang terjadi 4 September, tertanggal 7 Oktober 2021.

“Klien kami dipaksa, ditekan untuk menandatangani surat tersebut yang dibuat terlebih dahulu oleh ke 7 orang (mahasiwa) dan dalam tekanan paksaan sehingga adanya penyalahgunaan keadaan," ungkapnya.

"Maka atas perbuatan tersebut, surat pernyataan tidak sah karna diambil dengan cara-cara ilegal sehingga bukti surat tersebut tidak layak untuk dijadikan bukti hukum," jelas Yayan.

Baca Juga: Update Kasus Pelecehan di KPI, MS Selalu Menangis Tiap Diperiksa Tim Dokter RS Polri

Yayan menegaskan keberatan atas pemberhentian KZ sebagai Ketua BEM Untirta periode 2021. Kata dia, pemberhentian dilakukan atas dasar paksaan penyalahgunaaan keadaan (Misbruik Van Omstandingheden).

Artinya perbuatan sedemikian rupa yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain yang terkait dalam perjanjian dengan memanfaatkan posisi yang tidak seimbang salah satu belah pihak dengan tujuan untuk mengambil keuntungan ekonomi.

Yayan menuding Pihak Untirta telah menyalahgunakan kewenangan dengan cara memberhentikan kliennya dengan mendahului keputusan Undang-Undang dan melanggar asas praduga tidak bersalah presumption of innocence Pasal 17 jo 18 UU 39 tahun 1999.

Ia juga memaparkan Pasal 17 disebutkan setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Ia melanjutkan pembahasan Pasal 18 yang berbunyi setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah.

Hal itu harus dilakukan sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Dengan diterbitkanya Surat Keputusan Rektor tersebut telah jelas merugikan klien kami dengan menunggu sanksi berikutnya menunggu keputusan akhir pengadilan. Oleh karena alasan-alasan keberatan dan kerugian yang akan dialami akibat terbitnya Surat Keputusan Rektor, dengan ini Tim Advokasi Presma Untirta meminta kepada Rektor Untirta untuk mencabut Surat Keputusan Rektor,” pungkas Yayan.

Load More