Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Sabtu, 31 Oktober 2020 | 11:11 WIB
[Suara.com/Ema Rohimah]

SuaraBanten.id - Sistem pengupahan atau penggajian di Indonesia memiliki sejumlah skema yang biasa diterapkan. Opsi skema itulah memengaruhi besaran upah yang diterima pekerja dari tempatnya bekerja.

Jumlah gaji tergantung dari masing-masing peraturan daerah yang umumnya menyesuaikan dengan harga kebutuhan pokok, tingkat inflasi, standar kelayakan hidup, dan banyak variabel lainnya.

Besaran upah minimum yang dibayarkan perusahaan kepada pekerja biasanya ditetapkan setahun sekali melalui pembahasan oleh pemerintah, pengusaha, dan pekerja.

Dalam sistem pengupahan, kebanyakan orang mengenal istilah Upah Minimum Regional (UMR). Meski sudah menjadi penyebutan upah, UMR sejatinya sudah tak digunakan.

Baca Juga: Buruh Minta Gubernur Tak Ikuti SE Menaker Terkait Tidak Ada Kenaikan Upah

Sebagaimana penerapan UMR diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999. Aturan ini telah direvisi dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, sehingga secara tidak langsung UMR sudah tidak berlaku.

Dalam aturan lama, UMR merupakan upah minimum yang ditetapkan oleh gubernur dan jadi acuan pendapatan pekerja di wilayahnya.

Selain itu, terdapat tim yang disebut Dewan Pengupahan melakukan survei kebutuhan hidup pekerja dari kebutuhan pangan, sandang, hingga rumah yang kemudian diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Namun, saat ini istilaj UMR telah diganti dengan UMP dan UMK. Meski sejatinya UMR tak lagi digunakan, namun istilah UMR masih sering digunakan dalam penyebutan upah minumum,dibandingkan UMP atau UMK.

Dengan berlakunya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, UMR Tingkat I diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP). Sementara, UMR Tingkat II diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Baca Juga: UMP 2021 Tak Naik, Serikat Buruh Akan Kembali Gelar Aksi

Dengan adanya keputusan ini maka penggunaan istilah UMP dan UMK, secara tak langsung menyebut "nama lain" dari UMR, baik Tingkat I maupun Tingkat II.

UMP merupakan perubahan nama dari UMR Tingkat I yang penetapannya oleh gubernur. Sedangkan, UMK tak lain adalah UMR Tingkat II adalah standar upah minimum yang berlaku di daerah tingkat kabupaten/kota, meski penetapannya tetap dilakukan oleh gubernur dengan pertimbangan usulan bupati atau walikota.

Apabila Bupati atau Walikota belum mengajukan UMK, maka gubernur menjadikan UMP sebagai acuan untuk pemberian upah di kabupaten/kota tersebut. Selain UMK dan UMP, masih ada dua istilah lain dalam aturan pengupahan.

Salah satunya yaitu Upah Minimum Sektoral (UMS) Provinsi yang sebelumnya diketahui bernama Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I.

Kemudian di tingkat kabupaten/kota dengan Upah Minumum Sektoral (UMS) Kabupaten/Kota atau yang disebut Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I pada aturan sebelumnya.

Load More