Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Minggu, 11 Oktober 2020 | 10:50 WIB
Sejumlah warga Baduy Dalam menggunakan masker berjalan menuju kota Rangkasbitung di Kecamatan Cimarga, Lebak, Banten, Sabtu (30/5). [ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas]

SuaraBanten.id - Ancaman serius tengah mengintai komunitas adat kanekes atau yang lebih populer dengan sebutan baduy. Mereka terancam kehilangan satu generasi.

Melalui jumpa pers yang dilakukan para pecinta dan pemerhati Baduy, Sabtu (10/10/2020) di Serang, sejumlah tokoh pemerhati Baduy mengungkapkan faktta ini.

Dalam acara tersebut dihadiri Uday Suhada pemerhati Baduy, Saija – Jaro Pamarentah dari lembaga adat Baduy, Lisa Karnaatmadja – keturunan ke 9 Wirasuta (Pangeran Astapati, panglima perang Sultan Ageng Tirtayasa yang berasal dari Baduy Dalam), Rohaendi-seniman Banten dan anak-anak muda yang tergabung di Indigenous Organic.

"Baduy saat ini banyak perubahan yang membahayakan. Mereka terancam kehilangan satu generasi. Penyebab utamanya adalah kemajuan teknologi. Android yang dimiliki dan digunakan oleh anak-anak Baduy telah merubah pola pikir, sikap dan perilaku mereka. Kini sebagian besar anak muda Baduy enggan lagi membantu orangtuanya berhuma,” ujar Uday.

Baca Juga: Bebaskan Pembeli Bayar Seikhlasnya, Kisah Pedagang Bakso Ini Viral

Ia jiga mengungkapkan, 9.000 nomor HP atas nama warga Baduy di Desa Kanekes yang teregister di Kominfo Lebak dengan 6 ribu diantaranya aktif.

Menurut Uday, tahun 1994 hingga tahun 2007an, komunikasi yang dibangun baduy adalah melalui telepati.

“Dulu saya berkali-kali mengalami hal itu. Kini android menjadi andalan mereka” lanjutnya.

Bahkan, saat ini smartphone android jadi sarana mereka untuk jual beli online. Tidak adanya kontrol mereka atas konten yang diakes menjadi salah satu hal yang memprihatinkan.

Mayoritas mereka adalah pengguna medsos, bahkan menjadi YouTuber, tiktok dan sebagainya. Mereka bebas mengakses content apa saja dan kapan saja.

Baca Juga: Viral Curhat Dosen Dicueki Mahasiswa Saat Kuliah Daring: Saya kayak Monolog

“Sementara orangtuanya, disamping sibuk berhuma, juga tidak faham apa itu android, medsos dan apa bahayanya dari content negatif yang merusak cara berfikir dan berperilaku anaknya” jelas Uday, melansir Bantennews (jaringan Suara.com).

Problematika ini diperparah dengan semakin banyaknya YouTuber yang membuat content tentang Baduy yang sering melangkahi hukum adat Baduy.

“Karena itu saya mengajak para pengguna medsos untuk lebih bijak dalam membuat konten. Hormati hukum adat dan jangan eksploitasi mereka.” harap Uday.

Jaro Saija sebagai Kepala Desa Kanekes tidak membantah kondisi tersebut. Saija juga merasa kesulitan menghadapi situasi yang merubah perilaku anak muda Baduy.

“Makanya saya mengharapkan bantuan dari pemerintah dan para pemerhati Baduy dalam menghadapi masalah ini. Kami tidak ingin generasi penerus kami hancur karena kemajuan teknologi. Sebab tugas hidup orang Baduy itu adalah bertani, melestarikan adat istiadat, bukan main medsos,” ujar Saija.

Lisa Karnaatmadja sebagai keturunan Baduy mengungkapkan, ia merasa terpanggil terkait fenomena yang terjadi saat ini.

“Anak-anak saya di Indigenous Organic didorong untuk melakukan sesuatu. Alhamdulillah atas ijin dari Pemangku Adat Baduy Dalam dan Jaro Pamarentah, telah membuat film dokumenter yang berjudul Urang Kanekes, Satu Generasi yang Hilang yang akan dipublish dalam waktu dekat ini,” ungkapnya.

Rohaendi juga mengungkapkan keprihatinannya atas banyaknya akun medsos dengan embel-embel Baduy.

“Saya temukan banyak akun anak muda Baduy yang membuat status, meng-upload foto dan tiktokan, yang sebenarnya ditabukan. Maka saya kontak satu persatu, menegur dan mengingatkan mereka.” jelas Rohaendi.

Load More