Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Minggu, 20 Februari 2022 | 13:11 WIB
Gubernur Banten, Wahidin Halim. (Instagram.com/wh_wahidinhalim)

"Karena kepala daerah ditunjang dengan anggaran yang tidak sedikit. Terutama pada biaya penunjang operasional yang tidak sedikit, apa lagi di tengah kondisi masyarakat masyarakat yang sedang sulit akibat pandemi membutuhkan kepala daerah yang tidak hanya pintar menghabiskan anggaran, salah satunya BPO," tegasnya.

Jupri mengatakan, sesuai dengan aturan yang ada, BPO masing-masing kepala daerah tentu berbeda-beda, sesuai PAD daerah.

"Merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 109 bahwa Kedudukan BPO adalah biaya untuk mendukung pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai wakil Pemerintah Pusat dan fungsi Desentralisasi," ungkapnya.

Dalam pasal 9 PP tersebut diatur BPO kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi PAD dengan besaran mencapai 0,15 persen dari PAD. Namun jumlah tersebut tidak boleh melewati batas besaran yang sudah ditentukan oleh aturan tersebut.

Baca Juga: Baduy Luar Banjir karena Banten Hujan Deras

"Namun apakah kepala daerah ini pernah mempublikasikan penggunaan BPO tersebut?, Selama ini banyak kepala daerah yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengambil gaji mereka, namun bagaimana dengan BPO? tentu dengan nilai yang fantastis dengan mengukur dari PAD masing-masing," tegasnya.

"Apakah pernah ada laporan penggunaan anggaran tersebut yang masyarakat dapatkan. Karena jelas anggaran tersebut berfungsi untuk menjalankan prinsip otonomi daerah yang kesemuanya untuk kesejahteraan masyarakat. Meskipun ada diskresi yang dimiliki oleh kepala daerah namun tetap saja harus menganut sistem bersih dan transparan," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Jupri memberi contoh dalam salah satu temuan BPK Kantor Perwakilan Kalimantan Timur 2013 silam, dokumen pertanggungjawaban BPO yang diserahkan Gubernur Kaltim kala itu Awang Farouk Ishak hanya berupa daftar pengeluaran saja, dan tanda bukti terima uang kepada pihak lain, namun tidak ada penggunaan secara rinci.

"Pelaporan penggunaan BPO demikian yang kita khawatirkan masih terjadi juga hingga saat ini. Tidak terdapat dokumen yang mendukung bahwa kegiatan-kegiatan yang didanai dari BPO tersebut benar-benar dilakukan. Tentu ini bisa juga dilakukan oleh kepala daerah terutama di Pulau Jawa, dimana memiliki BPO yang besar, potensi kecurangan dan penyelewengan tentu ada," tegasnya.

TRUTH juga, lanjut Jupri, mendukung langkah Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (MAKI) yang melaporkan dugaan potensi korupsi penggunaan BPO Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten ke Kejati Banten.

Baca Juga: Pengadilan Tinggi Banten Ditutup Sementara Karena 20 Pegawai Positif COVID-19

Tentu saja ini juga sebagai pintu masuk untuk membongkar praktek penggunaan BPO di propinsi lain, tidak hanya itu ini juga perlu di usut tuntas hingga tingkat Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia.

Load More