Scroll untuk membaca artikel
Hairul Alwan
Selasa, 20 April 2021 | 14:00 WIB
Ustaz Abdul Azis memimpin Ngaji Pasaran di Ponpes Miftahul Hidayah [Suara.com/ Adi Mulyadi]

SuaraBanten.id - Ustaz Abdul Azis sedang menerangkan kitab kuning, di hadapan para santri / Adi Mulyadi

Ngaji pasaran, itulah kira-kira julukan para santri mengkaji kitab kuning di Pondok Pesantren (Ponpes) selama bulan suci Ramadhan.

Salah satu pesantren yang menggelar ngaji pasaran yakni Ponpes Miftahul Hidayah yang berada di Kampung Gulacir, Desa Sukabares, Kecamatan Waringin Kurung, Kabupaten Serang. Selama bulan suci Ramadhan Ponpes Miftahul Hidayah dengan santrinya menghabiskan sebanyak 6 kitab kuning.

6 kitab kuning yakni, Ta’lim Muta’alim membahas tentang tata cara belajar, Tanqihul Qoul membahas tentang hadis-hadis rosul, Taqrib membahas tentang fiqih seperti tata cara solat dan lainnya, Daqoiqul Akhbar membahas cerita-cerita para ulama, Risalah Muawanah membahas golongan ulama ahli sufi, dan Uqudulujain membahas tentang kewajiban suami istri.

Baca Juga: Cium Kaki Bocah Hafiz Al Quran, Syekh Ahmad Al-Misry: Kaki Penuh Kemulian

SuaraBanten.id, mendapat kesempatan menggali informasi seputar ngaji pasaran dan kehidupan santri di Ponpes Miftahul Hidayah.

Untuk bisa ikut ngaji pasaran di Ponpes Miftahul Hidayah tidaklah sulit, sekitar kurang lebih 500 meter dari jalan Kramatwatu-Waringin Kurung, tepatnya berhadapan dengan balai Desa Sukabares.

Sekira pukul 09.30 WIB, Ustaz Abdul Aziz memukul kentongan untuk membangunkan para santri. Santri bersiap untuk melaksanakan ngaji pasaran dari mulai mandi sampai dengan mengambil wudhu.

Satu persatu santri mulai memasuki majlis ta’lim Ponpes Miftahul Hidayah. Sebelum melaksanakan pengkajian kitab kuning, santri bersama Ustaz Abdul Aziz seperti biasanya membacakan solawat. Persis sekira pukul 10.10 WIB pengkajian kitab kuning dimulai, yakni kitab Uquduzain yang membahas tentang kewajiban suami dan istri.

“Inna imrotan, satuhune iku wong wadon, Ibadan, iku melakukaken ibadah wong wadon, ibadata ahli sama, kaye ibadahe penduduk langit (saat wanita melakukan ibadah, itu ibadahnya seperti penduduk langit-red),” kata Ustaz Abdul Aziz saat menjelaskan kitab kuning di hadapan para santri.

Baca Juga: Mengintip Pekulahan Bekas Wudhu Para Wali di Masjid Kasunyatan

Lantaran tidak ingin ketinggal artinya, para santri pun mencoret atau nenandai kitab kuning yang dibawanya untuk menterjemahkan bahasa dalam kitab kuning, sehingga dapat difahami oleh masing-masing santri.

Diungkapkan Ustaz Abdul Aziz, selama bulan suci Ramadhan ini dirinya bersama 25 santri selalu rutin menghabiskan waktu dari mulai pagi hingga larut malam. Ada jam-jam tertentu untuk mengkaji kitab tersebut.

“Kita itu disini mulai jam 10 siang sampai jam 12, terus istirahat, kita mulai lagi jam 2 siang sampai jam 4 sore, setelah itu kita mulai persiapan buat buka puasa. Nanti kita mulai lagi jam 9 malam sampai jam 12, setelah itu santri tadarus di masjid atau di pondok, seperti itu rutin setiap hari,” kata Ustaz Abdul Aziz.

Dikatakan Ustaz Abdul Aziz, dirinya bersama dengan para santri biasanya menghabiskan kajian sebanyak 6 kitab sampai dengan tanggal 22 Ramadhan, setelah itu pihaknya bersama dengan santri melakukan selametan dengan ditandai buka puasa bersama.

“Biasanya kita sampai tanggal 22 Ramadhan, abis itu buka puasa bersama atau selametan lah. Supaya ilmu yang kita dapat itu bisa bermanfaat dan bisa diterapkan dan diajarkan oleh para santri,” katanya.

Selain santri Ponpes Miftahul Hidayah, lanjut Ustaz Abdul Aziz, ada juga santri dari luar pesantrennya serta masyarakat biasa pun banyak yang mengikuti Ngaji Pasaran seperti para pekerja sampai dengan pengusaha.

“Ada yang dari luar juga santri-santrinya, bahkan ada juga yang udah kerja karena siang mereka tidak bisa malem kadang kesininya ikut ngaji, pedagang juga, pengusaha juga yang ikut ngaji, kita bebas dan tidak ada batasan,” ungkapnya.

Ngaji pasaran yang diadakan Ponpes Miftahul Hidayah ini sama sekali tidak dipungut biasa baik saat masuk, saat keluar. Semuanya dilakukan oleh Ustaz Abdul Aziz secara gratis.

“Sepeserpun saya tidak meminta iuran kepada para santri dan masyarakat yang ngaji pasaran disini, karena niat saya itu belajar sama-sama dan tidak ada paksaan juga, kalau mau ngaji monggo, tidak pun monggo,” terangnya.

Meski begitu, pihaknya selalu menekankan kepada santrinya untuk bisa disiplin dan mandiri. Seperti halnya mencuci baju, dan masak saat buka puasa dan sahur, itu harus dilakukan oleh santri sendiri. Pihaknya tidak menyediakan jasa masak dan mencuci baju.

“Berbeda dengan modern kita, itu harus santri yang mencuci sendiri dan masak sendiri. Kalau masak kan santri bisa sama-sama, buka puasa dan saur sama-sama sesama santri yang ada disini. Saya juga mengajarkan supaya santri ini mandiri tidak manja,” ungkap Ustaz Abdul Aziz.

Ia memaparkan, pendidikan yang diberikan Utaz Abdul Aziz kepada para santri itu sangat bermakna dimata para santri. Sebut saja Tomi, salah seorang santri asal Ciruas mengaku, sangat bersyukur bisa mengikuti kajian pasaran di Ponpes Miftahul Hidayah.

“Bersyukur saya bisa ngikut pasaran disini, selain ilmu agama yang saya dapat, saya juga mendapatkan ilmu tentang kemandirian hidup di Ponpes ini,” kata dia.

Dirinya tidak mempermasalahkan berbuka dan saur seadanya. Justru ia mengaku, merasa nyaman dan nikmat melakukan buka puasa dan saur dengan santri-santri lainnya di Ponpes tersebut.

“Engga masalah sih, namanya pondok salafi mas, ya pasti seperti ini. Justru dengan seperti ini kita bisa mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain,” jelasnya.

Kontributor : Adi Mulyadi

Load More