Scroll untuk membaca artikel
M Nurhadi
Selasa, 22 Desember 2020 | 15:48 WIB
Kondisi Huntara korban tsunami Banten di Kampung Pasir Malang, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur (Foto: Istimewa).

SuaraBanten.id - Dua tahun bencana tsunami menerjang Banten, para korban masih ada yang menderita dan merasa dianaktirikan pemerintah. 

Hal ini beralasan lantaran hingga kini mereka masih menetap di hunian sementara (Huntara) yang berlokasi di Kampung Pasir Malang, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur. 

Padahal korban tsunami lainnya di Pandeglang kini sudah menerima kunci Hunian Tetap (Huntap) yang di bangun pemerintah.

Kondisi Huntara korban tsunami Banten di Kampung Pasir Malang, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur (Foto: Istimewa).

Para korban sudah berkali-kali menagih janji pada pemerintah pasca bencana yang diakibatkan erupsi gunung Anak Krakatau (GAK) pada 22 Desember 2018 tersebut.

Baca Juga: Film Kemarin: Kisah Lengkap Perjalanan Seventeen hingga Tragedi Tsunami

Namun, hingga kini, para korban di Desa SUmber belum mendapatkan kepastian terkait pembangunan huntap untuk mereka. 

Kekecewaan yang diungkapkan para korban cukup beralasan. Alasannya, sejumlah lokasi Huntap korban tsunami sudah di bangun. Salah satunya Huntap di Kampung Sepen Kampung Baru, Desa Banyu Mekar, Kecamatan Labuan. 

Selasa (22/12/2020), penyerahan kunci Huntap rencananya akan di serahkan Bupati Pandeglang Irna Narulita ke korban tsunami yang sebelumnya menempati Huntara di Kampung Citanggok, Desa Teluk dan Desa lain di Kecamatan Labuan.

Ketua Huntara Kampung Pasir Malam, Jamal mengeluhkan Huntap untuk mereka tak kunjung di bangun. Padahal korban tsunami di wilayah lain di Pandeglang sudah sudah menerima kunci dari Pemkab Pandeglang.

"Di tempat lain sudah dibangun sudah berbagi kunci. Ini Huntap Sumber Jaya yang belum dibangun," keluh Jamal saat dihubungi suarabanten.id, Selasa (22/12/2020). 

Baca Juga: Gempa Bulukumba Tidak Berpotensi Tsunami dan Tidak Ada Tanda Gempa Susulan

Untuk diketahui, di Huntara Sumber Jaya, Sumur setidaknya ada 220 kamar. Terdiri dari tiga kompleks yang dibangun oleh tiga Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di antaranya kompleks Mandiri sebanyak 40 unit, BRI 100 unit dan BNI sebanyak 80 unit. 

Dari jumlah tersebut, Jamal menyebut, hanya 77 unit yang digunakan pengungsi. 

Jamal juga mengatakan, banyak Huntap yang mulai rusak dan beberapa bagiannya juga terdampak longsor. Saat musim penghujan seperti ini, para korban merasa was-was dan tak nyaman tinggal di Huntara. 

"Kami ini yang di Huntara tinggal 77 KK totalnya ada 220. Selama dua tahun tanah ini kan labil di tambah lagi musim hujan ada yang longsor, di dalamnya ada yang pada rusak," ujarnya sembari memperlihatkan beberapa bagian huntap yang rusak.

Beberapa kali pengungsi sudah mengadukan hal ini pada pihak kecamatan, namun tidak ada satupun kepastian yang mereka berikan.

Dengan kondisi huntap yang sudah tidak layak, sudah tentu mereka menginginkan bantuan bangunan yang layak untuk ditempati.

"Belum ada kepastian sampai sekarang, kemarin kami diskusi dengan pihak kecamatan dibantu dengan ibu lurah. Itu hanya menjanjikan tahun 2021. Jadi bulannya belum ada kepastian. Padahal kami warga huntara ini segera. Kenapa pengen segara. Karena Huntara di bangun hanya alakadar tidak permanan," ungkapnya.

Dengan ketidakpastian ini, Jamal merasa, pengungsi dianaktirikan oleh Pemkab Pandeglang. Padahal, sebelumnya mereka sudah dijanjikan untuk dibangunkan huntap dalam dua tahun. 

"Kan janjinya setelah dua tahun dibangun. Ada apa ini. Kalau kendalanya lahan, kenapa tidak cari ke lahan lain. Ada apa yang di sumber jaya. Apakah ada muatan politik atau apa. Kalau ada muatan politik, ibu Irna kami menangkan di Huntara. Ya merasa dianaktirikan, padahal kami pribadi pendukung ibu Irna,"tegasnya.

Hal senada diungkapkan tokoh masyarakat Huntara, Ranta. Menurutnya, para korban merasa kecewa atas sikap pemerintah yang tak kunjung membangun Huntap. Padahal mereka sama-sama korban tsunami sama seperti korban tsunami lainnya. 

"Jelas kami merasa kecewa sebagai korban tsunami di sini. Kami seperti apa kan padahal kami juga anaknya," ucap Ranta yang sehari-hari juga menjadi guru ngaji untuk korban tsunami.

Ia mengaku heran dengan sikap pemerintah saat ini. Padahal, kondisi huntara saat ini sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, saat hujan turun, kondisi huntara kian tidak layak.

"Kalau kondisi hujan seperti ini sangat mengerikan pokoknya, mengerikan kenapa? udah tidak nyaman lah. Jalan ledok (becek) jangan mau aktivitas keluar mau ke kamar mandi saja ya Allah ya Robbi," bebernya. 

"Makanya kami berharap untuk segara karena tempatnya sudah mengerikan. Masyarakat BRI dan Mandiri sudah pada pindah karena takut longsor. Jadi kami enak gak enak tinggal di sini, sebab kami tinggal di sini karena terpaksa karena keadaan," sambungnya.

Kontributor : Saepulloh

Load More