Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Rabu, 05 Agustus 2020 | 11:04 WIB
Rombongan petani dari Kabupaten Deli Serdang yang melakukan aksi jalan kaki untuk bertemu Presiden RI, Joko Widodo, akhirnya menginjakkan kaki di Kota Serang, Banten. [Foto: BantenNews.co.id]

SuaraBanten.id - Ratusan petani dari Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, yang melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), tiba di Kota Serang, Banten.

Sebelumnya, rombongan yang berjumlah 173 petani itu berlabuh di Merak, Kota Cilegon pada, Senin (3/8/2020) malam.

Rombongan tiba di Kota Serang pada Selasa (4/8/2020). Mereka sudah longmarch selama 41 hari.

Ratusan petani tersebut berencana mengadukan permasalahan penggusuran yang mereka alami ke Jokowi.

Baca Juga: Ajak Sedah Mirah, Jokowi dan Iriana Jenguk Cucu Keempatnya di Rumah Sakit

Tercatat ada 1.520 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak atas penggusuran itu. Rinciannya, 810 KK dari Kampung Simalingkar, dan Sei Mencirim sebanyak 710 KK.

Dewan Pembina Serikat Petani Simalingkar Bersatu, Aris Wiyono mengatakan, aksi jalan kaki yang dilakukan para petani Deli Serdang tak lain untuk bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka.

Menurutnya para petani merasa kecewa terhadap negara yang tidak hadir dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.

Pasalnya lahan pertanian milik para petani dan warga sekitar dirampas secara paksa dan digusur oleh salah satu BUMN yakni PTPN II.

"Kami adalah korban dari penggusuran paksa, saat ini kami sudah tidak mempunyai tempat tinggal dan lahan pertanian kami juga sudah hilang," ujar Aris dikutip dari Banten News—jaringan Suara.com—Rabu (5/8/2020).

Baca Juga: Bobby Masih Rahasiakan Nama Cucu Keempat Presiden Jokowi

Padahal menurut Aris, para petani yang diserobot lahannya tersebut, sudah menempati tanah itu sejak tahun 1951 dan telah mengantongi SK pertanahan sejak tahun 1984.

Selain itu, setidaknya sebanyak 36 petani di kampung Sei Mencirim yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) juga ikut tergusur.

"Kami sudah melaporkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten, tapi sampai saat ini tidak ada tanggapan," ungkapnya.

Aris berharap dengan adanya aksi longmarch yang dilakukan oleh para petani sejauh 1812 KM, Presiden Jokowi dapat melihat persoalan tersebut dan turun tangan dalam menjawab persoalan penggusuran tersebut.

"Sehingga harapan kami rakyat mendapatkan kepastian hukum di atas tanah yang telah mereka tempati sejak tahun 1951," ucapnya.

Ia menjelaskan, selama aksi perjalanan menuju Jakarta banyak kepala-kepala daerah yang mengusir mereka yang sedang beristirahat selama satu malam.

Akan tetapi, ada juga beberapa kepala daerah yang mau menerima mereka bahkan memberikan logistik.

Dalam aksi tersebut, para petani menuntut pembubaran PTPN II. Mereka juga meminta agar diberikan hak atas tanah yang telah ditempati sejak tahun 1951, dengan cara memberikan redistribusi tanah.

"Kami juga menuntut agar tindakan penggusur segera dihentikan di areal pertanian masyarakat dan juga menghentikan segera kriminalisasi terhadap para petani," ujarnya.

Salah satu petani, Farida, mengungkapkan jika dirinya sudah tidak mempunyai mata pencaharian dan tempat tinggal lagi selama 3 bulan terakhir.

Menurutnya, penggusuran dilakukan secara diam-diam pada saat bulan Maret di tengah pandemi Covid-19.

"Rumah kami digusur, lahan pertanian kami diinjak-injak. Kami sudah tidak mempunyai lahan pertanian dan tempat tinggal lagi," ucap Farida tersedu.

Dirinya beserta para petani yang lain tak mampu untuk mempertahankan lahan pertanian miliknya.

Sebab dalam penggusuran yang dilakukan oleh PTPN II itu, dikawal ketat oleh pihak kepolisian.

"Kami mau melawan bagaimana pak, kami cuma warga biasa, paling rendah," ucapnya.

Load More