Scroll untuk membaca artikel
Bangun Santoso
Selasa, 30 Juli 2019 | 12:12 WIB
Warga binaan Lapas Serang, Banten saat proses pembuatan bubuk jahe merah. (Suara.com/Yandhi Deslatama)

SuaraBanten.id - Berbagai upaya dilakukan agar bisa mengubah para narapidana atau tahanan di penjara. Harapannya, setelah keluar dari bui, bisa memiliki bekal hidup sehingga tidak kembali melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Salah satunya adalah belajar membuat kerajinan yang ada di Lapas Klas II A Serang, Banten.

Berbagai kerajinan tangan diproduksi oleh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas Klas IIA Serang. Mulai dari kerajinan lidi, kayu limbah hingga bubuk jahe merah.

Hasilnya dijual ke pengunjung lapas dan masyarakat luas. Sementara uang hasil penjualannya dibagi dua antara WBP dengan pengelola lapas sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Di ruangan kerajinan tangan berukuran sekitar tiga kali empat meter, WBP Lapas Serang membuat berbagai kerajinan tangan berbahan baku lidi, kayu limbah dan bambu. Kerajinan tangan yang bisa mereka buat seperti angklung, hiasan dinding berbentuk kupu-kupu dan binatang lainnya. Hal itu juga sebagai aktivitas agar WBP tidak jenuh di dalam penjara.

Baca Juga: Masalah Klasik Jadi Alasan Lapas Bogor Kecolongan Nunung Beli Sabu ke Napi

"Kalau yang binaan saya ada empat orang, tapi banyak (WBP) dari blok lain yang datang ke sini untuk belajar. Ada bikin angklung, kerajinan dari anyaman lidi daun kelapa sawit, yang bahan baku nya dari Lebak," kata WBP Lapas Klas IIA Serang, Dedi, saat ditemui di dalam lapas, Selasa (30/07/2019).

Produknya dihargai mulai dari Rp 8 ribu untuk satu piring dari anyaman lidi, tempat kue Rp 15 ribu, keranjang buah Rp 25 ribu hingga lampu hias seharga Rp 50 ribu.

Bagi hasil dari keuntungan penjualan, 35 persen untuk biaya produksi, 15 persen untuk PNBP dan 50 persennya diperuntukkan bagi WBP.

"Kesulitannya kita bahan baku (lidi pohon sawit). (Bagi hasil) dikasih (ke WBP) setiap kali penjualan. Harapannya keluar dari sini (Lapas Klas IIA Serang) punya bekal (keahlian dan modal). Barang baku (lidi kelapa sawit) dari Malingping. Dipasarkan juga ke perusahaan catering yang membutuhkan piring lidi," kata Kasubsi bimbingan kerja Lapas Klas IIA Serang, Sukar.

Sukar menjelaskan, Dedy yang menjalani masa hukuman 4,5 tahun memiliki tanggung jawab melatih WBP lainnya agar memiliki keahlian membuat kerajinan tangan. Dari empat WBP yang menjadi 'murid tetap' Dedy, mampu memproduksi 70 piring setiap minggunya.

Baca Juga: Selundupkan HP Lewat Kiriman Gula, Cara Napi Lapas Bisa Telepon Nunung

"Satu hari itu paling 10 piring lidi, karena yang bisa terbatas. Awalnya ada pelatihan, kemudian kita kembangkan," katanya.

Selain membuat kerajinan tangan berbahan baku lidi, ada juga jahe merah bubuk dalam bungkus sachet, yang diproduksi secara manual oleh para WBP Lapas Klas IIA Serang.

Di dalam lapas, mereka memiliki kebun jahe merah yang tak begitu luas. Jika sudah dianggap memadai untuk diproduksi, para WBP akan memanen jahe tersebut. Jahe dibersihkan, diparut hingga halus kemudian diperas sarinya. Sari jahe merah kemudian dimasak dalam wajan dan diaduk terus menerus hingga menjadi bubuk.

Hasil produksinya, dipasarkan ke pengunjung maupun ke luar Lapas Klas IIA Serang dalam kemasan 20 gram hingga 250 gram dengan merek dagang Laser Banten.

"Jahe merah di (buat) tahun 2015, pencetusnya Kalapas Serang. Jahe merah instan namanya Laser Banten. Kita perodukai sesuai permintaan atau sekali produksi paling 2 kg, biar fresh. Kalau diakumulasi sekitar 10 kg setiap bulan," kata staff pengelolaan hasil kerja Lapas Klas IIA Serang, Dwi Riyanto.

Kontributor : Yandhi Deslatama

Load More