SuaraBanten.id - Ibu Kota Negara atau IKN di Penajam Paser Utara Kalimantan Timur menuai kritikan usai Presiden Jokowi meyepakati nama Nusantara untuk IKN. Hal tersebut lantaran penggunaan diksi Nusantara yang dinilai mengkredit notabene yang sangat luas serta besar, dari Sabang sampai Merauke.
Terkait hal itu, menurut Direkrut Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menamai IKN dengan Nusantara terkesan mendegradasi dan menihilkan kesatuan negara yang terdiri dari Sabang sampai Merauke.
Namun, lanjut Pengamat politik ini, bila menggunakan Jokowipura pun kurang elok. Sebab, Indonesia merupakan negara hasil gotong royong, bukan kontribusi perorangan sebagaimana negara lain. Meskipun, Proklamator Soekarno pernah mengusulkan nama Jayapura menjadi Soekarnopura.
Terlepas dari hal itu, Dedi Kurnia juga mengatakan bila memang menggunakan nama Jokowipura, silahkan saja.
“Tetapi, jika memang Jokowi menginginkan namanya dikenang, silahkan saja menggunakan Ibukota Negara Jokowipura,” ujarnya.
Sementara itu, politisi Partai Demokrat, Taufik Rendusara mengusulkan nama Atlantis untuk IKN baru.
“Ibu kota baru sebaiknya dinamai: Atlantis,” kata melalui akun Twitter pribadi @TRendusara.
Menurutnya, nama Atlantis cocok dengan rezim saat ini, yakni peradaban yang hilang.
“Cerminan pemerintahan dijamannya: Peradaban Yang Hilang :p #dapse,” tandasnya. Perihal Nusantara sebagai nama IKN ini telah diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa dalam rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara.
Dijelaskan Suharso, nama Nusantara dipilih menjadi nama IKN baru, karena kata tersebut telah dikenal dan menjadi hal yang ikonik di mata internasional.
Baca Juga:Soal Ibu Kota Negara Baru, Rocky Gerung Sebut Ada Menteri Jokowi yang Kurang Setuju