"Kalau gak kayak gini suami saya kan nganggur. Pokoknya hidup saya sekarang kembali ke nol. Setelah tsunami semua hancur. Tapi saya ikhlas ridho harusnya mungkin begitu. Kalau di total kerugian miliaran saya mah," ujarnya.
Umamah menceritakan suaminya memiliki mesin isi ulang yang disebutkan paling ramai dibeli oleh agen-agen kecil.
Menurutnya alat tersebut didapat dari bantuan pemerintah. Harga mesin tersebut sebesar Rp 1,2 miliar. Mesin tersebut dapat mengolah air laut bisa siap minum.
"Dari dulu saya jualan seperti ini, suami saya juga jualan. Isi ulang dapat bantuan dari pemerintah. Harganya Rp 1,2 miliar. Perusahaan itu sudah milik suami cuman tidak bisa dijualbelikan," ungkapnya.
Akses Jalan
Pasturi ini memiliki empat orang anak, tiga diantaranya sudah berumah tangga kecuali putra sulungnya yang masih duduk di bangku kuliah. Namun ia masih beruntung sebagian perabotannya dibelikan anak-anaknya.
Umamah harus tetap bertahan tinggal di Huntara kendati kondisinya sangat memprihatikan.
Jika Hunian Tetap (Huntap) belum bisa dibangun oleh pemerintah, dia meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan akses jalan ke Huntara karena kondisinya licin dan becek.
"Banyak keluh kesah selama tinggal di Huntara, terutama masalah jalan mau ke kampung. Kalau pun Huntap-nya belum dibangun tolong lah perbaiki jalannya," pintanya.
Baca Juga: Tsunami Sering Terjadi di Desember? Ini Data BMKG
Nasib yang tidak jauh berbeda juga dialami Durja. Sejak tinggal di Huntara bersama ratusan korban tsunami Banten lainnya, Durja belum memiliki pekerjaan yang tetap hingga kini.
"Saya sebagai nelayan, pas tsunami bagan saya hancur, (perahu) motor juga hancur. Pas pindah ke sini sudah total gak punya kerjaan," terangnya.
Selama tidak bekerja, Durja hanya bisa mengharapkan bantuan dari para donatur. Kadang ia diajak oleh orang lain untuk membuat bagan, itu pun tidak tentu.
"Kadang ada sumbangan dari para donatur yang ada buat sedikit-sedikit menambah kehidupan sehari-hari. Kadang kuli bikin bagan ke orang lain itu pun kalau ada yang nyuruh," ungkapnya.
Tak Ada Tempat Tinggal
Pria yang menjadi nelayan sejak tahun 1976 itu memiliki tujuh anak. Semuanya sudah memiliki keluarga masing-masing.
Berita Terkait
-
Gempa Magnitude 6.0 Guncang Jepang, Tidak ada Peringatan Tsunami
-
Gaya Rambut Kepsek di Pandeglang yang Karaoke di Jam Pelajaran Disorot, Kok Boleh Gondrong?
-
28 September: Palu Bangkit dari Luka, Gelar Doa Lintas Agama untuk Korban Gempa
-
Gempa M 7,4 Guncang Rusia, Wilayah Indonesia Aman dari Tsunami
-
Gempa Karawang, Getarannya Terasa Hingga Jakarta: Ini Penyebab dan Dampaknya
Terpopuler
- 7 Sunscreen Terbaik untuk Flek Hitam Usia 50 Tahun, Atasi Garis Penuaan
- 3 Link DANA Kaget Khusus Hari Ini, Langsung Cair Bernilai Rp135 Ribu
- 14 Kode Redeem FC Mobile Hari Ini 7 Oktober 2025, Gaet Rivaldo 112 Gratis
- Sosok Profesor Kampus Singapura yang Sebut Pendidikan Gibran Cuma Setara Kelas 1 SMA
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
Pilihan
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
-
Istri Thom Haye Keram Perut, Jadi Korban Perlakuan Kasar Aparat Keamanan Arab Saudi di Stadion
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Kemera Terbaik, Mudah Tapi Bisa Diandalkan
-
Kontroversi Penalti Kedua Timnas Indonesia, Analis Media Arab Saudi Soroti Wasit
-
6 Rekomendasi HP Murah Baterai Jumbo 6.000 mAh, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga! Korban Billboard Raksasa di Tangsel Merana, Harta Ludes Dijarah Maling
-
Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru Kabupaten Serang, Jumat 10 Oktober 2025
-
Rahasia 4 Kemenangan Beruntun Persita: Bukan Soal Pemain Inti, Tapi...
-
Raih Penghargaan Indeks Tempo-IDN Financials 52, BRI Optimistis BRI Tumbuh Berkelanjutan
-
Tehyan, Simbol Akulturasi Tionghoa Benteng Diusulkan Jadi Warisan Budaya Nasional